1. Photo
  2. Shalat tahajjud dan witir. Ada beberapa sunnah yang merupakan tuntunan dari Nabi -Shallallahu Alaihi wa Sallam- saat melakukan shalat tahajjud dan witir ini. Yaitu:

Shalat tahajjud dan witir. Ada beberapa sunnah yang merupakan tuntunan dari Nabi -Shallallahu Alaihi wa Sallam- saat melakukan shalat tahajjud dan witir ini. Yaitu:

415 2020/09/23
Shalat tahajjud dan witir. Ada beberapa sunnah yang merupakan tuntunan dari Nabi -Shallallahu Alaihi wa Sallam- saat melakukan shalat tahajjud dan witir ini. Yaitu:

Dilakukan pada waktu yang paling utama
Jika ditanyakan, kapankah waktu yang paling utama tersebut?
Jawabannya adalah, sebagaimana telah diketahui secara umum oleh kaum muslimin, bahwa waktu shalat witir itu dimulai tepat setelah shalat isya selesai dilakukan, dan berakhir hingga datang waktu shubuh. Maka waktu shalat witir itu adalah waktu yang terbentang di antara shalat isya dengan shalat shubuh.


Dalilnya adalah:


Hadits yang diriwayatkan dari bunda Aisyah –Radhiyallahu Anha-, ia berkata,

“Biasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- melakukan shalat malam di waktu-waktu antara setelah beliau mengerjakan shalat isya dan sebelum datang waktu shubuh. Beliau mengerjakan shalat tersebut sebanyak sepuluh rakaat, dengan menutup shalatnya setiap dua rakaat sekali, lalu mengakhirinya dengan shalat witir satu rakaat.”

(HR. Bukhari no.2031, dan Muslim no.736)


Waktu yang paling utama untuk shalat malam adalah, di sepertiga malam yang tengah setelah lewat separuh malam.
Maksudnya adalah, jika malam dibagi menjadi tiga bagian, maka bagian yang paling utama untuk shalat malam adalah bagian yang kedua. Adapun sepertiga malam yang terakhirnya bisa digunakan untuk tidur kembali.
Atau, jika malam dibagi menjadi enam bagian, maka bagian yang paling utama untuk shalat malam adalah bagian keempat dan kelima. Sementara itu, seperenam yang terakhir bisa digunakan untuk tidur kembali.


Dalilnya adalah: hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru –Radhiyallahu Anhuma- ia berkata, Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda,

“Sesungguhnya puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasanya Nabi Dawud, dan shalat yang paling dicintai oleh Allah juga shalatnya Nabi Dawud. Ia (melakukan shalat malamnya dengan) tidur terlebih dahulu di separuh malamnya, lalu shalat malam sepertiganya, dan tidur kembali seperenamnya (malamnya dibagi menjadi enam, separuhnya yaitu bagian satu, dua, dan tiga, digunakan untuk tidur, sedangkan bagian empat dan lima digunakan untuk shalat –yakni sepertiga-, dan bagian enam digunakan untuk tidur kembali –yakni seperenam). Dan untuk puasa, ia melakukan puasa satu hari dan berbuka satu hari (berselang-seling).”

(HR. Bukhari no.3420, dan Muslim no.1159)


Jika seseorang ingin menerapkan sunnah ini, lalu bagaimana caranya ia menghitung malamnya?
Ia menghitung malamnya sejak matahari terbenam hingga waktu shubuh tiba. Waktu tersebut dibagi menjadi enam bagian. Tiga bagian yang pertama –inilah yang disebut dengan separuh malam yang pertama- digunakan untuk tidur. Lalu dua bagian selanjutnya, yaitu bagian keempat dan kelima, digunakan untuk shalat malam –inilah yang disebut dengan sepertiga malam- kemudian seperenam yang terakhir digunakan untuk tidur kembali.

Oleh karena itulah, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, disebutkan

, “Aku selalu mendapati beliau (Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam-) di sampingku saat datang waktu sahar (menjelang shubuh) dalam keadaan tidur.”

(HR. Bukhari no.1133, dan Muslim no.742)

Dengan cara demikian, maka seorang muslim bisa mendapatkan waktu yang paling utama untuk melakukan shalat malam, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru di atas.
Intinya, keutamaan terkait waktu pelaksanaan shalat malam itu bisa dibagi menjadi tiga tingkatan.
Tingkat pertama, tidur terlebih dahulu di separuh malam pertama, lalu bangun untuk melaksanakan shalat malam sepertiganya, dan tidur kembali di seperenam malam yang terakhir, sebagaimana dijelaskan di atas.
Dalilnya adalah, hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash yang juga telah kami sebutkan di atas.
Tingkat kedua, melaksanakan shalat malam pada sepertiga malam yang terakhir.


Dalilnya adalah:

Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu-, bahwasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda,

“Ketika sudah lewat dari tengah malam, Tuhan kalian turun ke langit dunia pada setiap malamnya, lalu berfirman, ‘Siapapun yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan kabulkan doanya. Siapapun yang meminta sesuatu kepada-Ku, maka akan Aku berikan permintaannya. Dan siapapun yang memohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni dosanya.’”

(HR. Bukhari no.1145, dan Muslim no.758)


Disebutkan pula pada hadits yang diriwayatkan dari Jabir –Radhiyallahu Anhu- yang insya Allah akan kami sampaikan sesaat lagi.
Apabila seseorang merasa khawatir ia tidak bisa bangun dari tidur untuk melaksanakan shalat malam, maka ia boleh melaksanakannya di awal malam atau di bagian manapun dari malam tersebut yang mudah baginya. Itulah tingkatan yang terakhir berikut ini.
Tingkat ketiga, melaksanakan shalat tahajjud di awal malam atau di bagian mana pun di malam hari yang dirasa lebih mudah untuk dilaksanakan.


Dalilnya adalah:

Hadits yang diriwayatkan dari Jabir –Radhiyallahu Anhu-, ia berkata, Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda,

“Barangsiapa yang khawatir tidak bisa bangun di penghujung malam, maka berwitirlah di awal malam. Adapun bagi mereka yang merasa yakin mampu untuk bangun di penghujung malam, maka berwitirlah di penghujung malam, karena shalat yang dilakukan di penghujung malam itu disaksikan (oleh para malaikat) dan lebih utama.”

(HR. Muslim no.755)


Hal ini juga disebutkan pada wasiat Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- kepada Abu Dzar –Radhiyallahu Anhu- yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dalam kitab As-Sunan Al-Kubra (no.2712) yang dikategorikan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani (no.2166), juga pada wasiat Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- kepada Abu Ad-Darda –Radhiyallahu Anhu- yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (no.27481) dan Abu Dawud (no.1433) yang dikategorikan pula sebagai hadits shahih oleh Al-Albani (5/177), juga pada wasiat Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- kepada Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu- yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no.737), mereka semua menyampaikan, “Kekasihku (yakni Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam-) telah mewasiatkan tiga hal kepadaku..” salah satunya adalah, “..Agar aku melaksanakan shalat witir sebelum aku beranjak tidur.”


Jumlahnya sebelas rakaat

Jumlah inilah yang paling utama. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah –Radhiyallahu Anha- ia berkata,

“Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah menambah shalat malamnya lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan ataupun waktu-waktu lainnya.”

(HR. Bukhari no.1147, dan Muslim no.738)


Hanya saja ada pula hadits lain yang diriwayatkan imam Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari Aisyah –Radhiyallahu Anha- menyebutkan bahwasanya Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah melaksanakan shalat malamnya sebanyak tiga belas rakaat.
Namun tentu saja jumlah itu hanyalah variasi yang bisa dipilih untuk shalat witir. Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- lebih sering melakukan shalat witirnya sebanyak sebelas rakaat. Namun terkadang beliau juga melakukannya sebanyak tiga belas rakaat. Dengan begitu kedua hadits tersebut sama sekali tidak bertentangan.
Memulai shalat malam dengan melakukan shalat sunnah dua rakaat yang ringan


Dalilnya, hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha-, ia berkata,

“Apabila Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- bangun dari tidur untuk shalat malam, maka beliau memulainya dengan melakukan shalat sunnah dua rakaat yang ringan.”

(HR. Muslim no. 767)


Membaca salah satu doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- untuk shalat malam. Di antaranya:

Disebutkan dalam kitab Shahih Muslim, sebuah hadits riwayat bunda Aisyah –Radhiyallahu Anha-, ia berkata,

“Apabila Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- mendirikan shalat malam, beliau membuka shalatnya dengan membaca doa, ‘Allahumma rabba jibraila wa mikaila wa israfila fathiras-samawati wal-ardhi alimal-ghaibi wasy-syahadati anta tahkumu baina ibadika fima kanu fihi yakhtalifun, ihdini limakh-tulifa fihi minal-haqqi bi idznika innaka tahdi man tasya`u ila shirathim-mustaqim (ya Allah, Tuhan Jibril Mikail dan Israfil, wahai Pencipta langit dan bumi, wahai Tuhan yang mengetahui hal-hal ghaib dan nyata, Engkau yang memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara hamba-hambaMu, tunjukkanlah aku, dengan seizin-Mu, pada kebenaran dalam perkara yang mereka perselisihkan, sesungguhnya Engkau-lah yang menunjukkan jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki).’”

(HR. Muslim no.770).

Disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari dan shahih Muslim, sebuah hadits riwayat Ibnu Abbas –Radhiyallahu Anhuma- ia berkata,

“Apabila Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- melakukan shalat tahajjud di malam hari, beliau berdoa, ‘Allahumma lakal-hamdu anta nurus-samawati wal-ardh, wa lakal-hamdu anta qayyimus-samawati wal-ardh, wa lakal-hamdu anta rabbus-samawati wal-ardhi wa man fihinna, antal-haqqu, wa wa’dukal-haqqu, wa qaulukal-haqqu, wa liqaukal-haqqu, wal-jannatu haqqun, wan-naru haqqun, wan-nabiyyuna haqqun, was-sa`atu haqqun, allahumma laka aslamtu, wa bika amantu, wa alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khashamtu, wa ilaika hakamtu, fagh-firli ma qaddamtu wama akkhartu wama asrartu wama a`lantu, anta ilahi, lailaha illa anta (ya Allah, segala puji bagi-Mu yang memberi cahaya di langit dan di bumi, segala puji bagi-Mu yang memelihara langit dan bumi, segala puji bagi-Mu yang mengatur langit dan bumi serta siapa saja yang berada di dalamnya. Engkaulah Yang Mahabenar, janji-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, pertemuan dengan-Mu pasti benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, nabi kami itu benar adanya, hari kiamat itu benar adanya, ya Allah, kepada-Mu lah aku berserah diri, kepada-Mu lah aku beriman, kepada-Mu lah aku bertawakkal, kepada-Mu lah aku bertaubat, kepada-Mu lah aku mengadu, dan kepada-Mu lah aku berhukum, maka ampunilah dosa-dosaku, baik yang telah lalu maupun yang baru-baru saja aku lakukan, baik yang tersembunyi maupun yang terlihat oleh orang lain, Engkau lah Tuhanku, tiada Tuhan melainkan Engkau).’”

(HR. Bukhari no.7499, dan Muslim no.768)


Memperpanjang waktu berdiri, waktu ruku’, dan waktu sujud, serta menyama-ratakan waktunya.
Mengikuti ajaran sunnah ketika membaca Al-Qur’andi dalam shalat malam. Di antara sunnah tersebut adalah:
Membacanya dengan cara perlahan. Yakni, tidak terlalu cepat atau terburu-buru.
Menghentikan bacaan pada setiap ayat. Yakni, tidak langsung menyambungkannya dengan ayat kedua atau ketiga dan seterusnya tanpa berhenti, tetapi berhenti pada setiap ayat yang dibaca.
Apabila membaca ayat yang terkait dengan tasbih (mensucikan Allah), maka hendaknya ia bertasbih. Apabila membaca ayat yang terkait dengan doa, maka hendaknya ia berdoa. Dan jika ia membaca ayat yang terkait dengan memohon perlindungan kepada Allah (taawudz), maka hendaknya ia berta’awudz (yakni mengucapkan a’udzubillah)

Dalil untuk sunnah-sunnah tersebut adalah:

Hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah –Radhiyallahu Anhu-, ia berkata,

“Pernah suatu malam aku melaksanakan shalat dengan bermakmum kepada Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam-. Pada shalat itu beliau memulai bacaan Al-Qur’annya (setelah Al-Fatihah) dengan surah Al-Baqarah. Aku bergumam di dalam hati, mungkin beliau akan ruku’ pada ayat yang keseratus. Namun ternyata tidak, beliau masih melanjutkan bacaannya. Lalu aku bergumam lagi di dalam hati, mungkin beliau akan menghabiskan surah Al-Baqarah itu pada satu rakaat ini. Namun ternyata tidak juga, beliau masih terus melanjutkannya. Aku bergumam di dalam hati, mungkin beliau akan ruku’ setelah ini. Tapi ternyata beliau mulai membaca awal surah An-Nisaa. Setelah selesai beliau melanjutkannya lagi dengan surah Ali Imran. Semua surah tersebut beliau baca dengan tartil (perlahan). Setiap kali beliau membaca ayat yang menyebutkan kemahasucian Allah, maka beliau bertasbih. Setiap kali membaca ayat yang berisikan permohonan, maka beliau berdoa. Dan setiap kali membaca ayat yang meminta perlindungan kepada Allah, maka beliau mengucapkan ta’awudz. Setelah semua surah itu beliau baca, barulah beliau ruku’, dengan mengucapkan, subhaana rabbiyal-azhim. Lamanya waktu ruku’ beliau hampir sama seperti lamanya waktu berdiri. Kemudian beliau melanjutkannya dengan mengucapkan, sami’allahu liman hamidah (i’tidal). Beliau berdiri i’tidal juga cukup lama, hampir sama seperti lamanya waktu ruku’ beliau. Setelah itu kemudian beliau bersujud, lalu mengucapkan dalam sujudnya, subhaana rabbiyal a’la. Lamanya waktu sujud beliau juga hampir sama seperti waktu beliau beri’tidal.”

(HR. Muslim no.772)


Sebagaimana diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad –Rahimahullah- dalam kitab musnadnya, dari Ummu Salamah –Radhiyallahu Anha-, bahwasanya ia pernah ditanya tentang bacaan Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam-, lalu ia menjawab bahwa biasanya beliau memenggal setiap ayat yang dibacanya. Bismillahirrahmanirrahim, berhenti, al-hamdulillahi rabbil alamin, berhenti, ar-rahmanir-rahim, berhenti, maliki yaumiddin, dan seterusnya.

(HR. Ahmad no.26583, Ad-Daruquthni no.118, ia mengatakan, “isnadnya shahih dan para perawinya terpercaya” Hadits ini juga dikategorikan sebagai hadits shahih oleh An-Nawawi pada kitab Al-Majmu 3/333)


Menyudahi dengan salam pada setiap dua rakaat sekali

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar –Radhiyallahu Anhuma- ia berkata, pernah suatu kali ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah prosedurnya shalat malam?

” Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- menjawab, “Shalat malam itu dilakukan dua-dua. Apabila kemudian kamu khawatir akan datang waktu shubuh, maka tutuplah dengan shalat witir satu rakaat.”

(HR. Bukhari no.990, dan Muslim no.749)


Yang dimaksud dengan (dua-dua) pada hadits tersebut adalah, perdua rakaat sekali, yakni menyudahinya dengan salam setiap dua rakaat, tidak menyambungkannya hingga empat rakaat.
Membaca surah yang sudah ditentukan pada tiga rakaat yang terakhir
Yaitu dengan membaca surah {sabbihisma rabbikal-a’la} (Al-A’la) pada rakaat pertama, kemudian surah {qul yaa ayyuhal-kafiruun} (Al-Kafirun) pada rakaat kedua, dan surah {qul huwallahu ahad} (Al-Ikhlas) pada rakaat ketiga. Itu saja, tidak ada surah lain.
Dalilnya adalah:

Hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab –Radhiyallahu Anhu-, ia berkata,

“Biasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- ketika shalat witir membaca sabbih-isma rabbikal-a’la (Al-A’la), qul yaa ayyuhal-kafiruun (Al-Kafirun), dan qul huwa-llahu ahad (Al-Ikhlas).”

(HR. Abu Dawud no.1423, An-Nasa’i no.1733, dan Ibnu Majah no.1171. Hadits ini dikategorikan sebagai hadits shahih oleh An-Nawawi dalam kitab Al-Khulashah 1/556 dan Al-Albani dalam kitab Shahih An-Nasa’i 1/273)

Sesekali berqunut pada shalat witir
Maksudnya berqunut adalah membaca doa qunut. Doa ini dibaca pada rakaat ketiga yang di dalamnya terdapat bacaan surat Al-Ikhlas.
Doa qunut pada shalat witir ini hukumnya sunnah untuk dilakukan sesekali (yakni terkadang dibaca dan terkadang tidak), karena didasari keterangan yang shahih dari kalangan sahabat Nabi tentang hal itu. Akan tetapi dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –Rahimahullah- lebih memilih untuk sering tidak melakukannya daripada melakukannya.
Pertanyaan: Apakah doa qunut disertai dengan mengangkat kedua tangan?
Pendapat yang shahih adalah dengan mengangkat kedua tangan. Begitulah pendapat dari mayoritas ulama –Rahimahumullah- dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Umar –Radhiyallahu Anhu-, dan dikategorikan sebagai hadits shahih olehnya.
Al-Baihaqi –Rahimahullah- dalam kitabnya As-Sunan Al-Kubra (2/211) mengatakan, “Sejumlah sahabat Nabi –Radhiyallahu Anhum- mengangkat tangan saat berqunut.”


Pertanyaan: Bagaimana memulai doa qunut saat shalat witir?
Pendapat yang paling diunggulkan –wallahu a’lam-: Memulai doa qunut seperti doa-doa biasa, yaitu dengan mengucapkan hamdalah dan shalawat kepada Nabi, barulah kemudian setelah itu memanjatkan doa qunut. Begitulah cara berdoa yang paling efektif untuk dikabulkan.
Dalilnya adalah:
Hadits yang diriwayatkan dari Fadhalah bin Ubaid –Radhiyallahu Anhu- ia mengatakan bahwa suatu ketika Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah mendengar seorang pria berdoa di dalam shalatnya, namun tanpa menyebutkan kalimat shalawat terhadap beliau. Lalu Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pun berkata kepada seorang sahabat di dekat beliau, “Lelaki ini sungguh terburu-buru dalam berdoa.” Kemudian pria itu pun dipanggil untuk mendekat, dan beliau berkata kepadanya, atau kepada yang lain pula, “Apabila salah seorang di antara kalian memanjatkan doa, maka mulailah dengan bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dilanjutkan dengan bershalawat ke atas Nabi, dan barulah setelah itu panjatkanlah permohonan yang kamu inginkan.”.

Ibnul Qayyim –Rahimahullah- mengatakan,

“Dianjurkan dalam berdoa untuk memulai dengan rasa syukur dan pujian kepada Allah sebelum menyampaikan kebutuhannya. Kemudian barulah setelah itu ia meminta apa yang ia butuhkan, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Fadhalah bin Ubaid.” Lihat. Al-Wabil Ash-Shaib (110)

Pertanyaan: Apakah perlu mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai berqunut?
Pendapat yang shahih: Tidak disunnahkan bagi orang yang berqunut untuk mengusap wajahnya setelah ia selesai berdoa, karena tidak ada dalil yang shahih mengenai hal itu.

Imam Malik –Rahimahullah- pernah ditanya tentang seseorang yang mengusap wajahnya dengan kedua tangan setelah berdoa, namun ia tidak memperkenankan hal itu seraya berkata,

“Aku tidak mengetahui (ada dalil yang menyebutkan hal itu).” Lihat. Kitab Al-Witr karya Al-Marwazi

(236)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –Rahimahullah- mengatakan,

“Adapun terkait mengusap wajah dengan kedua tangan (setelah berdoa) tidak ada keterangan tentang hal itu kecuali dalam sebuah hadits atau dua yang tidak kuat hingga bisa dijadikan hujjah untuk melakukannya.” Lihat. Al-Fatawa

(22/519)

Website Muhammad Rasulullah saw.It's a beautiful day