1. Photo
  2. Sunnah-sunnah saat berdiri. Berikut ini adalah beberapa sunnah saat berdiri hendak memulai shalat:

Sunnah-sunnah saat berdiri. Berikut ini adalah beberapa sunnah saat berdiri hendak memulai shalat:

254 2020/09/28
Sunnah-sunnah saat berdiri. Berikut ini adalah beberapa sunnah saat berdiri hendak memulai shalat:

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar –Radhiyallahu Anhu-, bahwasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- selalu mengangkat kedua tangannya di hadapan bahunya ketika bertakbir memulai shalat, ketika bertakbir hendak ruku’, ketika mengangkat tubuhnya dari ruku’ seraya mengucapkan sami’allahu liman hamidah rabbana wa lakal-lamd. Beliau juga melakukan hal yang sama ketika (bangkit dari) sujud.

(HR. Bukhari no.735, dan Muslim no.390)

Ibnu Hubairah –Rahimahullah- dalam bukunya menuliskan,

“Para ulama bersepakat bahwa mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram itu hukumnya sunnah, bukan wajib.”

Lihat. Al-Ifshah (1/123)


Menurut dalil yang ada, mengangkat tangan itu dilakukan pada empat gerakan, yaitu:

Tiga gerakan pertama berasal dari hadits yang muttafaq alaih, dari Ibnu Umar. Sementara itu, mengangkat tangan ketika bangun dari tasyahud awal itu disebutkan pada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari saja yang juga dari Ibnu Umar –Radhiyallahu Anhuma-
Ketika mengangkat tangan disunnahkan agar seluruh jari jemari dalam keadaan tegak dan memberi jarak antara satu jari dengan jari yang lain

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu-, bahwasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- ketika hendak memulai shalatnya beliau mengangkat kedua tangannya dengan terbentang.

(HR. Ahmad no.8875, Abu Dawud no.753, dan At-Tirmidzi no.240. Hadits  dikategorikan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani dalam kitab Shahih Abi Dawud 3/341),

Menempatkan kedua tangan yang diangkat di tempat yang dianjurkan

Ada dua hadits yang menjelaskan tentang batasan tempat mengangkat tangan. Hadits pertama diriwayatkan secara muttafaq alaih dari Ibnu Umar, sampai di hadapan bahu (HR. Bukhari no.735, dan Muslim no.390), dan hadits kedua diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Malik bin Al-Huwairits, sampai di hadapan telinga

(HR. Muslim 391)

Dengan adanya variasi tersebut, orang yang melakukan shalat shalat boleh memilih antara keduanya, atau boleh juga dengan cara sesekali mempraktekkan salah satunya dan kali yang lain mempraktekkan yang lainnya.
Disunnahkan agar tangan yang kanan diletakkan di atas tangan yang kiri setelah bertakbiratul ihram
Sunnah ini disepakati oleh seluruh ulama, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hubairah dalam kitabnya Al-Ifshah (1/124)


Disunnahkan pula agar tangan yang kanan menggenggam tangan kiri

Cara pertama: Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan menggenggamnya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Wail bin Hujr –Radhiyallahu Anhu- ia berkata,

“Aku pernah melihat Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- ketika berdiri saat melaksanakan shalat, beliau menggenggam tangan kirinya dengan menggunakan tangan kanannya.”

(HR. Abu Dawud no.755, dan An-Nasa’i no.888. Hadits ini dikategorikan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani)

Cara kedua: Meletakkan tangan kanan di lengan tangan kiri. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad –Radhiyallahu Anhu- ia berkata,

“Kami diperintahkan agar kaum pria yang melaksanakan shalat untuk meletakkan tangannya yang kanan di atas lengannya yang kiri.”

(HR. Bukhari no.740).


Oleh karena itu, kaum muslimin boleh memilih variasi tersebut, salah satunya saja atau keduanya secara bergantian.
Disunnahkan untuk membaca doa iftitah
Doa iftitah ini ada beberapa opsi, maka dianjurkan agar pembacaannya divariasikan antara doa yang satu dengan doa yang lainnya. Berikut ini adalah doa-doa tersebut:
Subhanakallahumma wa bihamdika tabarasmuka wa ta’ala jadduk, wa la ilaha ghairuk (Mahasuci Engkau ya Allah dan aku bersyukur kepada-Mu, sungguh suci asma-Mu dan tinggi keagungan-Mu, tiada tuhan melainkan Engkau). Doa ini disebutkan dalam riwayat Ahmad (no.11473), Abu Dawud (no.776), At-Tirmidzi (no.243), An-Nasa’i (no.900), dari Abu Sa’id –Radhiyallahu Anhu-
Pada hadits ini sebenarnya terdapat sisi kelemahan, namun sudah diperkuat dengan adanya isnad-isnad lain yang matannya hampir serupa. Apalagi hadits ini juga dikategorikan sebagai hadits hasan oleh Ibnu Hajar. (Lihat. Nataij Al-Afkar 1/412)


Alhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih (segala puji hanya milik Allah, dengan pujian yang berlimpah yang baik dan terberkati). Mengenai keutamaan doa ini Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- bersabda,

“Aku melihat ada dua belas malaikat yang berlomba untuk mengangkat doa ini ke atas langit.”

(HR. Muslim no.600, dari Anas –Radhiyallahu Anhu-)

Allahumma ba’id bayni wa bayna khathayaya kama ba’atta baynal-masyriqi wal-magrib, Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqats-tsaubul-abyadhu minad-danas, Allahummagsilni min khathayaya bits-tsalji wal-ma`I wal-barad (ya Allah jauhkan diriku ini dengan dosaku seperti Engkau jauhkan antara timur dan barat, ya Allah bersihkanlah aku dari dosaku seperti kain putih yang dibersihkan dari noda, ya Allah basuhlah aku dari dosaku dengan es, air dan cairan yang dingin).

(HR. Bukhari no.744, dan imam Muslim no.598, dari Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu-)


Allahu akbar kabira, wal-hamdulillahi katsira, wa subhanallahi bukratan wa ashila (Allah Mahabesar dengan seagung-agungnya, segala puji bagimu dengan sebanyak-banyaknya, dan Mahasuci Engkau baik di waktu pagi ataupun petang). Terkait keutamaan doa ini Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- bersabda, “Aku terkagum-kagum dengan doa ini, bahkan pintu-pintu langit pun dibuka untuk menyambutnya.” (HR. Muslim no.601, dari Ibnu Umar –Radhiyallahu Anhuma-)


Berta’awudz (mengucapkan a’udzubillahi minasy-syaithanir-rajim)
Berta’awudz itu hukumnya sunnah. Dianjurkan pula agar memvariasikan kalimat ta’awudznya secara bergantian antara satu kalimat dengan yang lainnya, karena ada beberapa variasi kalimat ta’awudz yang diajarkan oleh Nabi, yaitu:
a’udzubillahi minasy-syaithanir-rajim (aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk)

Kalimat ini merupakan kalimat ta’awudz yang dipilih oleh mayoritas ulama –Rahimahumullah- sebab di dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

(An-Nahl:98)


a’udzubillahis-sami’il-alimi minasy-syaithanir-rajim (aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari syaitan yang terkutuk)


Penambahan tersebut didasari pada firman Allah, “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Fushshilat:36)


Membaca basmalah (yakni bismillahirrahmanirrahim)
Disunnahkan bagi orang yg sedang melaksanakan shalat agar ia membaca basmalah setelah berta’awudz, yaitu dengan bacaan bismillahirrahmanirrahim.

Dalilnya adalah riwayat Nu’aim Al-Mujmir –Radhiyallahu Anhu- yang mengatakan, “Aku pernah menjadi makmum di belakang Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu-, ketika itu ia membaca bismillahirrahmanirrahim sebelum membaca surah Al-Fatihah..

” Lalu pada riwayat itu juga disebutkan “Demi Allah yang menggenggam jiwaku, sungguh shalat yang aku contohkan adalah shalat yang paling persis sama seperti shalatnya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam-”

(HR. An-Nasa’i no.906, Ibnu Khuzaimah 1/251 yang juga dikategorikan sebagai hadits shahih olehnya, dan dikatakan pula oleh Ad-Daruquthni “Hadits ini Shahih dan para perawinya semua berstatus terpercaya.” As-Sunan 2/46)


Adapun yang membuat bacaan ini tidak wajib (hanya sunnah saja) adalah, bahwasanya pada sebuah hadits muttafaq alaih disiratkan bahwa ketika ada seseorang yang tidak baik shalatnya, Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- tidak mengajarkannya untuk mengucapkan basmalah, melainkan hanya membimbingnya untuk membaca surah Al-Fatihah, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari (no.757) dan Muslim (no.397)


Mengucapkan amin bersama imam
Sunnah ini hanya berlaku bagi para makmum yang shalat mengikuti imam pada shalat jahr (mengeluarkan suara, seperti shalat maghrib, isya, shubuh, dan Jum’at).
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu- bahwasanya Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda, “Apabila imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin, karena barangsiapa yang mengucapkan amin bersamaan dengan ucapan para malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.780, dan Muslim no.410)


Membaca surah lain setelah surah Al-Fatihah
Sunnah ini dilakukan pada rakaat yang pertama dan kedua bagi imam, orang yang shalat sendirian, dan  makmum pada shalat sirr (tidak bersuara, seperti shalat zhuhur dan ashar). Inilah pendapat mayoritas ulama –Rahimahumullah-

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Abu Qatadah –Radhiyallahu Anhu-, ia berkata, “Biasanya Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- setelah membaca surah Al-Fatihah pada shalat zhuhur, beliau membaca surah yang panjang di rakaat pertama dan surah yang lebih pendek di rakaat kedua.”

(HR. Bukhari no.759, dan Muslim no.451)


Adapun makmum pada shalat jahr, mereka tidak dianjurkan untuk membaca surah lain setelah surah Al-Fatihah, melainkan hanya mendengarkannya saja saat imam membacanya.


Ibnu Qudamah –Rahimahullah- mengatakan,

“Kami tidak mendapati ada ulama yang berbeda pendapat mengenai hal ini, yakni bahwasanya disunnahkan bagi orang yang shalat untuk membaca surah lain setelah surah Al-Fatihah pada dua rakaat pertama di setiap shalatnya.”

(Lihat. Al-Mughni 1/568)

Website Muhammad Rasulullah saw.It's a beautiful day