Search
Bagian dua: Shalat tahajjud dan witir. Ada beberapa sunnah yang merupakan tuntunan dari Nabi -Shallallahu Alaihi wa Sallam- saat melakukan shalat tahajjud dan witir ini. Yaitu
Dilakukan pada waktu yang paling utama
Jika ditanyakan, kapankah waktu yang paling utama tersebut?
Jawabannya adalah, sebagaimana telah diketahui secara umum oleh kaum muslimin, bahwa waktu shalat witir itu dimulai tepat setelah shalat isya selesai dilakukan, dan berakhir hingga datang waktu shubuh. Maka waktu shalat witir itu adalah waktu yang terbentang di antara shalat isya dengan shalat shubuh.
Dalilnya adalah:
Hadits yang diriwayatkan dari bunda Aisyah –Radhiyallahu Anha-, ia berkata, “Biasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- melakukan shalat malam di waktu-waktu antara setelah beliau mengerjakan shalat isya dan sebelum datang waktu shubuh. Beliau mengerjakan shalat tersebut
sebanyak sepuluh rakaat, dengan menutup shalatnya setiap dua rakaat sekali, lalu mengakhirinya dengan shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari no.2031, dan Muslim no.736)
Waktu yang paling utama untuk shalat malam adalah, di sepertiga malam yang tengah setelah lewat separuh malam.
Maksudnya adalah, jika malam dibagi menjadi tiga bagian, maka bagian yang paling utama untuk shalat malam adalah bagian yang kedua. Adapun sepertiga malam yang terakhirnya bisa digunakan untuk tidur kembali.
Atau, jika malam dibagi menjadi enam bagian, maka bagian yang paling utama untuk shalat malam adalah bagian keempat dan kelima. Sementara itu, seperenam yang terakhir bisa digunakan untuk tidur kembali.
Dalilnya adalah: hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru – Radhiyallahu Anhuma- ia berkata, Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda, “Sesungguhnya puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasanya Nabi Dawud, dan shalat yang paling dicintai oleh Allah juga shalatnya Nabi Dawud. Ia (melakukan shalat malamnya dengan) tidur terlebih dahulu di separuh malamnya, lalu shalat malam sepertiganya, dan tidur kembali seperenamnya (malamnya dibagi menjadi enam, separuhnya yaitu bagian satu, dua, dan tiga, digunakan untuk tidur, sedangkan bagian empat dan lima digunakan untuk shalat –yakni sepertiga-, dan bagian enam digunakan untuk tidur kembali –yakni seperenam). Dan untuk puasa, ia melakukan puasa satu hari dan berbuka satu hari (berselang- seling).” (HR. Bukhari no.3420, dan Muslim no.1159)
Jika seseorang ingin menerapkan sunnah ini, lalu bagaimana caranya ia menghitung malamnya?
Ia menghitung malamnya sejak matahari terbenam hingga waktu shubuh tiba. Waktu tersebut dibagi menjadi enam bagian. Tiga bagian yang pertama
–inilah yang disebut dengan separuh malam yang pertama- digunakan untuk tidur. Lalu dua bagian selanjutnya, yaitu bagian keempat dan kelima, digunakan untuk shalat malam –inilah yang disebut dengan sepertiga malam- kemudian seperenam yang terakhir digunakan untuk tidur kembali.
Oleh karena itulah, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, disebutkan, “Aku selalu mendapati beliau (Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam-) di sampingku saat datang waktu sahar (menjelang shubuh) dalam keadaan tidur.” (HR. Bukhari no.1133, dan Muslim no.742)
Dengan cara demikian, maka seorang muslim bisa mendapatkan waktu yang paling utama untuk melakukan shalat malam, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru di atas.
Intinya, keutamaan terkait waktu pelaksanaan shalat malam itu bisa dibagi menjadi tiga tingkatan.
Tingkat pertama, tidur terlebih dahulu di separuh malam pertama, lalu bangun untuk melaksanakan shalat malam sepertiganya, dan tidur kembali di seperenam malam yang terakhir, sebagaimana dijelaskan di atas.
Dalilnya adalah, hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash yang juga telah kami sebutkan di atas.
Tingkat kedua, melaksanakan shalat malam pada sepertiga malam yang terakhir.
Dalilnya adalah:
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah –Radhiyallahu Anhu-, bahwasanya Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda, “Ketika sudah lewat dari tengah malam, Tuhan kalian turun ke langit dunia pada setiap malamnya, lalu berfirman, ‘Siapapun yang berdoa kepada- Ku, maka Aku akan kabulkan doanya. Siapapun yang meminta sesuatu kepada-Ku, maka akan Aku berikan permintaannya. Dan siapapun yang memohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni dosanya.’” (HR. Bukhari no.1145, dan Muslim no.758)
Disebutkan pula pada hadits yang diriwayatkan dari Jabir –Radhiyallahu Anhu- yang insya Allah akan kami sampaikan sesaat lagi.
Apabila seseorang merasa khawatir ia tidak bisa bangun dari tidur untuk melaksanakan shalat malam, maka ia boleh melaksanakannya di awal malam atau di bagian manapun dari malam tersebut yang mudah baginya. Itulah tingkatan yang terakhir berikut ini.
Tingkat ketiga, melaksanakan shalat tahajjud di awal malam atau di bagian mana pun di malam hari yang dirasa lebih mudah untuk dilaksanakan.
Dalilnya adalah:
Hadits yang diriwayatkan dari Jabir –Radhiyallahu Anhu-, ia berkata, Rasulullah –Shallallahu Alaihi wa Sallam- pernah bersabda, “Barangsiapa yang khawatir tidak bisa bangun di penghujung malam, maka berwitirlah di awal malam. Adapun bagi mereka yang merasa yakin mampu untuk bangun di penghujung malam, maka berwitirlah di penghujung malam, karena shalat yang dilakukan di penghujung malam itu disaksikan (oleh para malaikat) dan lebih utama.” (HR. Muslim no.755)
Hal ini juga disebutkan pada wasiat Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- kepada Abu Dzar –Radhiyallahu Anhu- yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dalam kitab As-Sunan Al-Kubra (no.2712) yang dikategorikan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani (no.2166), juga pada wasiat Nabi – Shallallahu Alaihi wa Sallam- kepada Abu Ad-Darda –Radhiyallahu Anhu- yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (no.27481) dan Abu Dawud (no.1433) yang dikategorikan pula sebagai hadits shahih oleh Al-Albani (5/177), juga pada wasiat Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam- kepada Abu Hurairah – Radhiyallahu Anhu- yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no.737), mereka semua menyampaikan, “Kekasihku (yakni Nabi –Shallallahu Alaihi wa Sallam-) telah mewasiatkan tiga hal kepadaku..” salah satunya adalah, “..Agaraku melaksanakan shalat witir sebelum aku beranjak tidur.”