Search
Merenungi Firman Allah SWT: QS. Al-Baqarah: 271
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ
Jika kamu menampakkan sedekah mu, maka itu adalah baik
sekali.( QS. Al-Baqarah: 271)
Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya.. Amma Ba’du:
Allah swt berfirman:
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Baqarah: 271)
Al-Qurthubi berkata: Sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat ini tentang shadaqah thathawwu’, sebab menyembunyikannya lebih baik daripada menampakkannya, begitu juga dengan ibadah-ibadah lainnya, menyembunyikan ibadah-ibadah sunnah lebih baik guna menghindarkan terjadinya riya’, bukan seperti ibadah-ibadah wajib”.[1]
Ibnu Katsir berkata: Ayat di atas adalah dalil yang menjelaskan bahwa dirahasiakannya shadaqah lebih afdhal daripada ditampakkan, sebab dia lebih jauh dari riya’, kecuali jika ada kemaslahatan yang lebih kuat, seperti adanya orang lain yang mengikuti perbuatannya, maka dia lebih baik dilihat dari sisi ini, jika tidak, maka yang lebih baik adalah merahasiakannya”.[2]
Perkara ini, memperlihatkan shadaqah, baik bagi orang yang keadaan keimanannya kuat, niatnya baik serta merasa aman dari riya’, adapun orang yang keadaannya di bawah ini maka menyembunyikan ibadah baginya lebih baik”.[3]
Allah SWT berfirman:
وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ
(Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir). Ibnul Qoyyim berkata: Dan renungkanlah pada batasan yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam menyembunyikan shadaqah, yaitu dengan memberikannya kepada orang yang fakir saja, dan Dia tidak mengatakan:
وَإِن تُخْفُوهَا فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ
(jika kalian menyembunyikannya maka itu lebih baik bagi kalian), sebab di antara shadaqah tersebut ada yang tidak bisa disembunyikan, seperti mempersiapkan tentara, membangun jembatan, mengalirkan sungai atau yang lainnya. Adapun menyembunyikan shadaqah kepada orang-orang yang fakir berguna untuk menutupi penerima, tidak membuatnya malu di hadapan orang lain, dengan menempatkannya pada posisi yang mempermalukan pribadinya, dan menghindarkan prasangka bahwa orang yang menerima shadaqah adalah tangan di bawah, dan bahwa dia tidak memiliki apapun, maka dia zuhud dalam bertransaksi dan berjual beli, dan ini adalah bentuk kebaikan yang melabihi ukurannya, yaitu hanya dengan bersedekah yang dibarengi dengan keikhlasan…. Sampai akhir apa yang diucapkannya”.
Dan Nabi Muhammad SAW telah memuji orang yang mengeluarkan shadaqah secara rahasia dan memuji pelakunya, beliau memberitahukan bahwa dia adalah salah seorang dari tujuh golongan yang akan diberikan naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari kiamat, oleh karena itulah Allah SWT menjadikannya sebagai kebaikan bagi orang yang menafkahkan hartanya dengan cara rahasia, beliau memberitahukan bahwa infaq tersebut sebagai penghapus bagi dosa-dosanya. Tidak ada yang tersembunyi bagi Allah baik perbuatan dan niat kalian sebab Dia Maha Mengetahui terahadap segala yang kalian perbuat. Dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi bersabda, “Tujuh golongan orang yang akan diberikan naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari kiamat tidak ada naungan kecuali naungan Allah”…..di antara yang disebutkan adalah “seorang lelaki yang bersedeqah dengan sebuah sedeqah lalu dia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah diinfaqkan oleh tangan kanannya”.[4]
Dan Nabi menyebutkan golongan lain yang berhak mendapat penghargaan, yaitu orang yang menyebut nama Allah pada waktu sendiri kemudian air matanya berlinang.
Dari Mu’adz RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an secara terang-terangan sama seperti orang yang bersedeqah secara terang-terangan, dan orang yang membaca Al-Qur’an secara rahasia sama seperti orang yang bersedeqah secara rahasia”.[5]
Dari Abdullah bin Ja’far bahwa Nabi bersabda, “Shadaqah yang dikerjakan secara rahasia akan memadamkan kemurkaan Allah”.[6]
Al-Iz bin Abdus Salam tentang keberagaman tingkatan nilai keutamaan dalam menyembunyikan dan menampakkan ketaatan: Jika dikatakan: Apakah menyembunyikan shadaqah lebih utama dari pada menampakkannya, sebab dengan cara demikian akan menjauhkan seseorang dari riya atau tidak?. Jawabannya adalah ketaatan itu terbagi atas tiga kelompok:
Pertama: Di antaranya ada ibadah yang pelaksanaannya disyari’atkan secara terang-terangan, seperti azan, iqomah, takbir dan menjaharkan bacaan pada waktu shalat, khutbah-khutbah agama, amar ma’ruf nahi mungkar, mendirikan shalat jum’at dan shalat berjama’ah dan yang lainnya. Ibadah seperti ini tidak mungkin disembunyikan, dan jika orang yang melakukannya khawatir terhadap riya’ maka dia harus berusaha menolaknya sehingga keikhlasan menyertai niatnya, sehingga dia mengerjakannya dengan ikhlas sebagaimana yang diperintahkan, maka dengan demikain dia mendapatkan pahala atas perbuatannya dan pahala seorang yang bersungguh-sungguh karena terdapat kemaslahatan sosial.
Kedua: Ibadah yang jika dirahasiakan akan lebih baik daripada dikerjakan secara terang-terangan, seperti merahasiakan bacaan pada waktu shalat dan merahasiakan bacaannya, maka merahasiakan ibadah yang seperti ini lebih baik daripada menegerjakannya secara terang-terangan.
Ketiga: Ibadah yang terkadang dikerjakan secara terang-terangan atau dirahasiakan pada yang lain, seperti shadaqah, maka jika dia khawatir riya’ terhadap dirinya atau diketahui bahwa dia orang yang suka riya’ maka menyembunyikannya lebih baik daripada menampakkannya, berdasarkan firman Allah SWT:
وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ
(Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir) sampai akhir komentarnya……”.[7]
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa sebaiknya bagi orang yang beriman untuk menyembunyikan amal shalehnya dari pandangan orang lain, kecuali amal yang disyari’atkan pengerjaannya secara terang-terangan, maka orang yang berbuat karena Allah maka amal ibadanya tidak akan tersembunyi dari pandangan Allah, dan Dia akan memberikan balasan yang lebih baik baginya. Allah SWT berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu itu”, QS. Al-Taubah: 105
Dan hendaklah seorang hamba menyadari bahwa pandangan manusia terhadap amalnya tidak akan memberikan manfaat apapun bagi dirinya bahkan bisa memudharatkannya jika dia menyukai hal yang demikian itu.
Dan diantara petunjuk para salafus sholeh adalah menyembunyikan amal kebaikan mereka, hal tersebut karena kesempurnaan ikhlas mereka dan kebersihan niat mereka.
Abi Qotadah RA bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Abu Bakar: Aku melewatimu dan engkau sedang shalat dan engkau merendahkan suaramu” Umar berkata: Aku telah memperdengarkan Zat yang aku bermunajat kepada-Nya wahai Rasulullah!.[8]
Disebutkan Al-Dzahabi di dalam kitab siar A’lamun Nubala’ bahwa Ali bin AL-Husain membawa roti pada waktu malam, dia memberikannya kepada orang miskin pada kegelapan malam, dan dia berkata: Sesungguhnya bersedeqah pada kegelapan malam akan memadamkan amarah Allah.
Muhammad bin Ishak berkata: Sebagian masyarakat Madinah hidup, namun mereka tidak mengetahui dari manakah sumber penghidupan mereka, lalu pada saat Ali bin Al-Husain meninggal maka mereka kehilangan apa yang telah mereka dapatkan pada waktu malam, maka sebagian mereka berkata: Kami tidak kehilangan shadaqah secara rahasia sehingga Ali meninggal.[9]
Dan disebutkan oleh Al-Mundzir bin Sa’id dari seorang budak wanita milik Al-Rabi’ bahwa seseorang masuk ke dalam kamarnya dan di dalam kamar itu terdapat mushaf maka diapun menutupnya”.[10]
Disebutkan oleh Ibnul Jauzi bahwa Dawud bin Abi Hind berpuasa selama sepuluh tahun dan keluarganya tidak mengetahuinya, dia membawa bekal makan siangnya lalu keluar menuju pasar dan dia mensedekahkannya di jalan, orang-orang di pasar mengira kalau dia telah makan di rumah dan keluarganya di rumah mengira kalau dia telah makan di pasar.
Syafi’I rahimahullah berkata: Aku menginginkan jika manusia mempelajari ilmu ini dan mereka tidak menisbatkan apapun dari ilmu tersebut kepadaku”.[11]
Al-Hasan berkata: Sesungguhnya seseorang menghafal seluruh Al-Qur’an namun tidak seorangpun dari manusia mengetahui, terkadang seseorang memahami fiqih secara dalam namun tidak seorangpun menyadari (kalau dia memiliki kepahaman yang dalam), dan terkadang seseorang shalat dengan shalat yang panjang dan dia mempunyai tamu yang banyak namun mereka tidak mengetahui perbuatannya, aku telah hidup bersama kaum di mana tidaklah ada amal baik di muka bumi ini yang sanggup dikerjakan secara rahasia (maka mereka mengerjakannya secara rahasia) dan selamanya tidak menjadi amal yang dipertontonkan, dahulu kaum muslimin bersungguh-sungguh dalam berdo’a namun tidak terdengar dari mereka suara apapun, dia hanya bisikan antara dirinya dan Tuhannya, sebab Allah SWT berfirman:
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. QS. Al-A’raf: 55
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1] Tafsir Al-Qurthubi: 3/332
[2] Tafsir Ibnu Katsir: 1/322
[3] Tafsir Qurthubi: 3/333
[4] HR. Bukhari: 1/440 no: 1423 dan shahih Muslim: 2/715 no: 1031
[5] Sunan Abu Dawud: 2/38 no: 1333
[6] Al-Mu’ajmu Shagir li Tabrani 2/95 dan dishahihkan oleh Al-Bani di dalam shahihul jami’ no: 3759
[7] Qowa’idul Ahkam: 1/152
[8] Sunan Abu Dawud: 2/37 no: 1329
[9] Siar A’lamun Nubala’: 4/386
[10] Siar A’lmun Nubala’: 4/260
[11] Jami’ul ulum wal hikam: 1/310