Search
Salaf Dan Jihad Fi Sabilillah
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Dari Hammad bin Salamah, ia berkata: Ali bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ibnu Musayyab, ia berkata: ‘Shuhaib radhiyallahu ‘anhu datang berhijrah dan diikuti oleh beberapa orang, maka ia turun dari tunggangannya dan menyiapkan anak panahnya dan berkata: ‘Sungguh kamu mengetahui bahwa aku adalah salah seorang pemanah ulung, demi Allah, kalian tidak bisa sampai kepadaku sehingga aku melemparkan setiap panah yang ada padaku, kemudian aku memukul kalian dengan pedangku. Jika kamu menghendaki aku menunjukkan hartaku kepadamu dan kalian membiarkan aku pergi? Mereka menjawab: ‘Kami setuju.’ Maka tatkala ia datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رَبِحَ الْبَيْعُ أَبَا يَحْيَى » [ أخرجه الحاكم وغيره ]
“Perdagangan mendapat keuntungan wahai Abu Yahya.’ Dan turun ayat:
﴿ وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِى نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ وَاللهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ ﴾ [البقرة: 207]
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba -Nya. (QS. al-Baqarah:207)[1]
Dari al-Waqidy, ia berkata: Abdullah bin Nafi’ menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Aku melihat ‘Ammar radhiyallahu ‘anhu di hari perang Yamamah berada di atas batu besar dan ia berteriak: ‘Wahai kaum muslimin, apakah dari surga kalian berlari? Aku Ammar bin Yasir, mari datang kepadaku! Aku melihat telinganya yang telah terpotong bergerak-gerak dan ia berperang dengan gagah berani.’[2]
Ibnul Jauzy rahimahullah berkata dalam biografi Sa’ad bin Khaitsamah radhiyallahu ‘anhu: Panggilannya adalah Abu Abdillah, salah seorang Nuqaba` Anshar, menghadiri Bai’at Aqabah yang terakhir bersama tujuh puluh orang. Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil manusia (umat Islam) menuju perang Badar, bapaknya yang bernama Khaitsamah radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya: ‘Salah seorang dari kita harus ada yang tinggal (tidak pergi), maka biarkanlah saya pergi dan tinggallah engkau bersama istrimu.’ Sa’ad enggan menerima usulan bapaknya dan ia berkata: ‘Kalau bukan urusan surga niscaya aku lebih mengutamakan engkau, sesungguhnya aku mengharapkan mati syahid pada diriku.’ Maka keduanya melakukan undian, lalu keluar bagian Sa’ad, kemudian ia berangkat dan terbunuh secara syahid di Badar. Abu Bakar bin Thahir menceritakan hal itu kepada kami. Ia berkata: al-Jauhary menceritakan kepada kami. Ia berkata: Ibnu Haiwah menceritakan kepada kami. Ia berkata: Ibnu Ma’ruf menceritakan kepada kami. Ia berkata: Ibnu Fahm mengabarkan kepada kami. Ia berkata: Muhammad bin Sa’ad menceritakan kepada kami. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi rahmat dan meridhainya, dan mengumpulkan kita dalam golongannya dan golongan para sahabatnya.’[3]
Dari Tsabit al-Bunany, dari Ibnu Abi Laila, bahwa Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Wahai Rabb-ku, turunkanlah ayat pemberian uzur kepadaku, lalu turun ayat:
﴿ غَيْرُ أُوْلِى الضَّرَرِ ﴾ [النساء: 95]
yang tidak mempunyai uzur (an-Nisaa`: 95).
Maka setelah itu ia berperang dan berkata: ‘Serahkan bendera perang kepadaku, sesungguhnya aku seorang yang buta, tidak bisa kabur (dari medan perang) dan letakkanlah posisiku di antara dua barisan.’[4]
Hammad bin Salamah berkata: Tsabit mengabarkan kepada kami, ia berkata: Sesungguhnya Shilah rahimahullah berada dalam satu peperangan dan ia bersama anaknya, ia berkata: ‘Wahai anakku, majulah, berperanglah.’ Maka ia menyerang, berperang hingga terbunuh syahid. Kemudian Shilah rahimahullah maju lalu terbunuh syahid. Maka para wanita berkumpul di sisi istrinya, Mu’adzah. Maka ia berkata: ‘Selamat datang jika kalian datang untuk memberi ucapan selamat kepadaku, jika kalian datang bukan untuk tujuan itu maka pulanglah.’[5]
Dari Asma` binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergerak hijrah meninggalkan Makkah, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu membawa serta semua hartanya –lima ribu atau enam ribu-, datanglah kepadaku kakekku Abu Quhafah dan ia sudah buta, ia berkata: ‘Sesungguhnya ini (Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu) telah menyakiti kalian dengan harta dan jiwanya.’ Aku menjawab: ‘Sekali-kali tidak dan ia telah meninggalkan untuk kami kebaikan yang sangat banyak.’ Lalu aku mencari batu-batu lalu kuletakkan di celah-celah rumah dan kututupi dengan kain, kemudian aku mengambil tangannya dan kuletakkan di kain, aku berkata: ‘Ini yang dia tinggalkan untuk kami.’ Ia (Abu Quhafah radhiyallahu ‘anhu) berkata: ‘Kalau memang ia meninggalkan ini untuk kalian maka tidak mengapa.’[6]
Dari ‘Ashim bin Bahdalah rahimahullah, dari Abu Wa`il rahimahullah, ia berkata: ‘Ketika Khalid (bin Walid) radhiyallahu ‘anhu hampir wafat, ia berkata: ‘Aku mencari kematian di medan perang (sebagai syahid) namun tidak ditaqdirkan untukku seperti itu kecuali hanya meninggal di atas kasurku. Tidak ada satu amalku yang lebih kuharapkan setelah tauhid dari pada satu malam yang kulewati dan aku sedang bersiap-siap menantikan subuh, saat langit menaungiku, hingga kami menyerang orang orang kafir.’ Kemudian ia (Khalid radhiyallahu ‘anhu) berkata: ‘Apabila aku wafat maka lihatlah senjata dan kudaku, jadikanlah ia sebagai bekal dalam jihad fi sabilillah.’ Tatkala ia wafat, Umar radhiyallahu ‘anhu datang melayat jenazahnya, ia berkata: ‘Tidak mengapa keluarga Khalid radhiyallahu ‘anhu menangisi Khalid dengan air mata mereka selama tidak merobek baju dan meratapi disertai suara yang keras.’[7]
Dari Ibnu Uyainah rahimahullah, dari Ibnu Abi Khalid, dari maula Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu, bahwa Khalid berkata: ‘Tidak ada satu malam yang dihadiahkan pengantin kepadaku melainkan lebih aku cintai malam yang sangat dingin membeku dalam satu pasukan yang bersiap siap menyerang musuh di pagi harinya.’[8]
Dari Hammad bin Salamah rahimahullah, dari Tsabit, dari Anas radhiyallahu ‘anhu: ‘Sesungguhnya Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha memegang khanjar (jenis senjata tajam). Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Ya Rasulullah, Ummu Sulaim ini memang khanjar? Ia (Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha) berkata: ‘Ya Rasulullah, jika ada seorang musyrik yang mendekatiku niscaya aku akan merobek perutnya.’[9]
Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit rahimahullah, dari bapaknya, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku dalam perang Uhud mencari Sa’ad bin Rabi’ radhiyallahu ‘anhu. bersabda kepadaku:
‘Jika engkau melihatnya, sampaikanlah salamku kepadanya, dan katakan kepadanya: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadamu: ‘Bagaimana engkau mendapatkan dirimu?’ Maka aku berkeliling di antara orang orang yang terbunuh, aku menemukannya saat napas terakhirnya, dan ditubuhnya ada tujuh puluh luka sayatan pedang. Lalu aku mengabarkan kepadanya. Ia berkata: ‘Sampaikan salamku kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepadamu, katakan kepada beliau: ‘Ya Rasulullah, aku menemukan aroma surga.’ Dan katakan kepada kaumku kalangan Anshar: ‘Tidak ada maaf bagimu di sisi Allah subhanahu wa ta’ala jika ada ujung pisau yang sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (maksudnya, sampai membunuh atau melukai beliau). Lalu ia menghembuskan nafas terakhirnya. Semoga Allah meridhainya.[10]
Dari Abdullah bin Mu`awiyah al-Jumahy, ia berkata: Abdul Aziz bin Qusmaly menceritakan kepada kami, ia berkata: Dhirar bin ‘Amr menceritakan kepada kami, dari Abu Rafi’, ia berkata: ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengerahkan pasukan ke arah Romawi, maka mereka (bangsa Romawi) menawan Abdullah bin Huzafah radhiyallahu ‘anhu dan membawanya kepada raja mereka, mereka berkata: ‘Sesungguhnya orang ini termasuk sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Ia (raja) berkata kepadanya: ‘Apakah engkau mau masuk agama Kristen dan aku memberikan kepadamu setengah kerajaanku? Ia berkata: ‘Jika engkau memberikan kepadaku semua kerajaan yang engkau miliki dan semua kerajaan Arab niscaya aku tidak akan kembali dari agama Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam walau sekejap matapun.’ Ia (raja) berkata: ‘Kalau begitu aku akan membunuhmu.’ Ia menjawab: ‘Terserah engkau.’ Maka ia menyuruh untuk menyalibnya dan ia berkata kepada para pemanah: ‘Bidikkan panah dari jarak dekat pada badannya.’ Dan ia memberikan tawaran lagi kepadanya, dan ia (Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu) menolak, maka ia menurunkannya. Lalu ia meminta panci besar yang kemudian dituangkan air padanya hingga panas membakar. Dan ia memanggil dua orang tawanan dari kaum muslimin, lalu ia menyuruh salah seorang darinya lalu dilemparkan kedalamnya, dan ia (raja) menawarkan agama Kristen kepadanya, dan ia menolak. Kemudian ia menangis. Lalu dikabarkan kepada raja bahwa ia menangis, maka ia mengira bahwa sesungguhnya ia sedang bersedih, maka ia berkata: ‘Apakah gerangan yang membuat engkau menangis? Ia berkata: ‘Ia hanyalah satu jiwa yang dilemparkan sesaat lalu pergi. Maka aku menginginkan bahwa jiwaku sejumlah rambutku yang dilemparkan di api karena Allah Shubhanahu wa ta’ala.’ Maka orang yang zhalim itu berkata: ‘Apakah engkau mau mengecup kepalaku dan aku melepaskan engkau? Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya: ‘Dan semua tawanan? Ia menjawab: ‘Ya.’ Maka ia mengecup kelapanya. Dan ia (Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu) datang (setelah dilepaskan) bersama para tawanan kepada Umar radhiyallahu ‘anhu, lalu menceritakan semuanya kepadanya. Maka Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Sudah sepantasnya setiap muslim mengecup kepala Ibnu Hudzafah dan saya memulainya, maka ia mengecup kepalanya.[11]
Dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit dan Ali bin Zaid, dari Anas radhiyallahu ‘anhu: ‘Sesungguhnya Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu membaca ayat:
﴿ انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً ﴾ [التوبة: 41]
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, ... (QS. at-Taubah:41)
Ia berkata: ‘Allah Shubhanahu wa ta’ala menyuruh kita berangkat, -Dia menyuruh kita, orang tua dan kaum muda, siapkanlah untukku.’ Anak-anaknya berkata: ‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memberi rahmat kepadamu, sesungguhnya engkau telah berperang di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan di masa Umar radhiyallahu ‘anhu, dan kami berperang sekarang sebagai pengganti engkau. Ia (Anas radhiyallahu ‘anhu) berkata: ‘Maka ia berperang di lautan, lalu wafat, maka mereka tidak menemukan pulau untuk menguburkannya kecuali setelah tujuh hari, maka jasadnya tidak berubah.’[12]
Dari Khalid bin Abdullah, dari Muhammad bin Amr, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata: ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Keluar satu pasukan dari kaum muslimin dan aku adalah pemimpin mereka hingga kami singgah di Iskandariyah. Salah seorang pembesar mereka berkata: ‘Datangkanlah seorang laki-laki kepadanya, aku ingin berbicara dengannya dan ia berbicara denganku.’ Aku berkata: ‘Tidak ada yang keluar menemuinya selain aku. Maka aku keluar ditemani penerjemah dan seorang penerjemah bersamanya, hingga diletakkan dua mimbar.’ Ia bertanya: ‘Siapakah kalian? Aku menjawab: ‘Kami adalah bangsa arab, dari ahli syirik dan kekerasan, kami adalah pengurus Baitullah. Kami adalah manusia yang paling sempit wilayah nya dan paling rakus dalam kehidupan. Kami memakan bangkai dan darah. Sebagian kami menyerang yang lain. Kami telah menjalani hidup terburuk yang pernah dialami umat manusia. Hingga keluar (diutus) pada kami seorang laki-laki yang bukan terbesar dari kami pada saat itu dari sisi kemuliaan dan bukan pula yang paling kaya. Ia berkata: ‘Aku adalah utusan Allah Shubhanahu wa ta’ala kepada kalian.’ Ia menyuruh kami sesuatu yang tidak pernah kami kenal dan melarang kami dari apa apa yang ada pada kami. Maka kami mendustakannya dan menolaknya. Sehingga datang kepada kami satu kaum yang bukan dari kami (maksudnya kaum Anshar), mereka berkata: ‘Kami membenarkan engkau dan kami memerangi orang yang memerangi engkau, maka ia (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam) keluar (hijrah) kepada mereka, dan memeranginya. Lalu ia mengalahkan kami. Ia memerangi bangsa arab di sekitarnya maka ia mengalahkan mereka. Jikalau bangsa Arab yang di belakangku mengetahui kehidupan yang ada padamu niscaya tidak ada seorang pun kecuali datang kepadamu.’ Maka ia tertawa, kemudian berkata: ‘Sesungguhnya rasul kamu adalah benar. Sungguh telah datang kepada kami para rasul sama seperti itu dan kami mengamalkannya, sehingga muncul para raja pada kami, maka mereka mengamalkan (mengatur negara) dengan hawa nafsu mereka, meninggalkan perintah para nabi mereka. Maka jika kamu melaksanakan perintah nabimu niscaya tidak ada seorang pun yang memerangi kalian kecuali kamu akan mengalahkannya. Dan apabila kamu melakukan seperti yang kami lakukan, lalu kamu meninggalkan perintah nabimu, niscaya kamu tidak lebih banyak jumlahnya dan tidak lebih kuat dari pada kami.’[13]
[1] Siyar A’lam Nubala` 2/23. Hadits tersebut diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadrak 3/397, Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/171, dan ath-Thabrani dalam al-Kabir 8/43, dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/151-152.
[2] Siyar A’lam Nubala` 1/422.
[3] Shifat Shafwah 1/468.
[4] Siyar A’lam Nubala` 1/364.
[5] Siyar A’lam Nubala` 3/498.
[6] Siyar A’lam Nubala` 2/290.
[7] Siyar A’lam Nubala` 1/381
[8] Siyar A’lam Nubala` 1/375
[9] Siyar A’lam Nubala` 2/304
[10] Siyar A’lam Nubala`1/319.
[11] Siyar A’lam Nubala`1/14
[12] Siyar A’lam Nubala`2/34
[13] Siyar A’lam Nubala`3/70-71.