Search
Macam-Macam Syirik
Macam-Macam Syirik
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang -Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang -Dia sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du Begitu beragam ungkapan yang dipakai oleh para ulama ketika menjabarkan ragam dan jenis kesyirikan, akan tetapi, semuanya tidak keluar dari ruang lingkup pengertian syirik dalam tinjauan syariat yang telah kita jelaskan diawal. Diantara ungkapan yang mereka pakai tatkala menjelaskan ragam dan jenis kesyirikan ialah:
- Kesyirikan terbagi menjadi dua bentuk, syirik besar dan syirik kecil[1].
- Sebagian mengungkapkan, sejatinya syirik itu terbagi menjadi tiga jenis, syirik besar, kecil dan syirik yang tersembunyi[2].
- Yang lain lagi membagi dengan mengikuti pembagian tauhid yang tiga[3].
- Sebagian diantara mereka ada yang membagi menjadi dua, syirik dalam rububiyah dan syirik dalam uluhiyah. Dan menjadikan syirik dalam asma dan sifat masuk dalam kelompok yang pertama yakni syirik dalam rububiyah [4].
Bila dicermati, pada hakekatnya ucapan para ulama diatas tidak saling bertentangan, bahkan yang ada justru memiliki keselarasan satu sama lain. Bagi yang membagi menjadi dua yaitu besar dan kecil, mereka melihat dari sisi hakekat syirik serta hukumnya, apakah pelakunya keluar dari agama atau tidak. Sedang yang menjadikan tiga jenis, yaitu : syirik besar, kecil dan samar.
Maka itupun tidak menyelisihi pendapat yang pertama tadi, sebab mereka hanya ingin mengingatkan urgensinya penjelasan syirik yang samar ini, karena pada dasarnya syirik jenis ini masih masuk dalam ruang lingkup dua jenis syirik diawal, dikarenakan syirik yang tersamar ini sebagiannya masuk dalam syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama, dan sebagiannya masuk dalam syirik kecil yang dosanya lebih besar dari pada dosa besar, akan tetapi, jenis syirik ini tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama, hanya saja para ulama menjadikan secara terpisah untuk menerangkan pada manusia betapa tersamarnya jenis syirik ini hingga tidak sedikit yang terjerumus ke dalamnya, sebagaimana nanti akan datang penjelasannya lebih lengkap.
Adapun ulama yang membagi dengan meruntut pada pembagian tauhid, kemudian menjadikan adanya jenis syirik dalam rububiyah dan syirik dalam uluhiyah, maka antara keduanya tidak ada perbedaan yang signifikan melainkan hanya sekedar penjelasan secara global dan rinci saja. Dan ungkapan para ulama tersebut absah dan universal. Di samping itu ada juga pendapat lain dari sebagian ulama yang menerangkan pembagian syirik diluar konteks diatas, namun, sayangnya penjelasan pendapat ini tidak terlalu universal, hanya bersifat parsial, semisal diantaranya:
- Bahwa syirik terbagi menjadi empat:
- Syirik Ihtiyaaz, yang dimaksud ialah menjadikan adanya makhluk selain Allah yang menguasai satu perkara tanpa membutuhkan bantuan Allah azza wa jalla, walaupun sesuatu tersebut sangat remeh dipandangan orang, semisal biji dzarah.
- Syirik asy-Syiyaa' yakni menjadikan makhluk selain Allah mempunyai bagian kepemilikan makhluk bersama Allah, entah bagaimana bentuk bagian tersebut apakah dalam hal ruang ataupun tempat.
- Syirik al-I'anah yang dimaksud yaitu menjadikan Allah Shhubhanahu wa ta’alla mempunyai penolong dan pembantu yang dimiliki -Nya tanpa mempunyai andil dalam kekuasaan -Nya, sebagaimana halnya kita ketika menolong seseorang untuk menaikan barang bawaannya.
- Syirik Syafa'ah yakni (meyakini) adanya makhluk yang menghadap kepada Allah Shhubhanahu wa ta’alla untuk menjelaskan kedudukan dirinya, agar nantinya di izinkan untuk bisa memilih seseorang dengan memberi syafaat kepadanya[5].
Yang nampak dari ucapan ulama tadi, maka sejatinya dia sedang membagi syirik sesuai dengan keterkaitannya dan sesusai dengan dorongan yang ada dalam diri manusia untuk melakukan perbuatan syirik. Dan bila diteliti maka semua jenis kesyirikan yang disebutkan diatas tadi maka masuk dibawah jenis syirik besar, sehingga pembagian tadi lebih tepatnya penjelasan dari parsial kesyirikan, barangkali hal tersebut terinspirasi dari firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ قُلِ ٱدۡعُواْ ٱلَّذِينَ زَعَمۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ لَا يَمۡلِكُونَ مِثۡقَالَ ذَرَّة فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَمَا لَهُمۡ فِيهِمَا مِن شِرۡك وَمَا لَهُۥ مِنۡهُم مِّن ظَهِير ٢٢ وَلَا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ عِندَهُۥٓ إِلَّا لِمَنۡ أَذِنَ لَهُۥۚ حَتَّىٰٓ إِذَا فُزِّعَ عَن قُلُوبِهِمۡ قَالُواْ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمۡۖ قَالُواْ ٱلۡحَقَّۖ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡكَبِيرُ ٢٣ ﴾ [سبأ: 22-23]
"Katakanlah: "serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi -Nya. dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan -Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?" mereka menjawab: (perkataan) yang benar", dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar". (QS Saba': 22-23).
- Ada lagi sebagian ulama yang mengatakan bahwa syirik terbagi menjadi enam yaitu:
- Syirik Istiqlal yakni menetapkan dua sekutu yang saling berbeda, semisal kesyirikan yang dilakukan oleh orang Majusi.
- Syirik Tab'iidh yaitu membikin teori percampuran dari satu tuhan ke tuhan yang lain, semisal kesyirikan yang dilakukan oleh orang Nashrani.
- Syirik Taqriib yaitu beribadah pada makhluk dengan persangkaan bisa mendekatkan dirinya kepada Allah Shhubhanahu wa ta’alla sedekat-dekatnya, seperti kesyirikan generasi pertama umat Jahiliyah.
- Syirik Taqlid yakni beribadah kepada makhluk dengan cara mengekor pada orang lain, seperti kesyirikan yang dilakukan oleh generasi belakangan dari kaum Jahiliyah.
- Syirik Asbaab yaitu menyandarkan adanya pengaruh yang membikin fenomena alam. Seperti kesyirikan yang dilakukan oleh ahli filsafat, dan ilmu fisika serta orang-orang yang sependapat dengan mereka.
- Syirik Aghraadh yaitu beramal di tujukan kepada selain Allah Shhubhanahu wa ta’alla [6].
Perhatikan, bahwa pembagian syirik seperti diatas sebetulnya hanya sekedar menjelaskan tentang potret perilaku perbuatan syirik yang terjadi di sebagian masyarakat muslim, disebabkan oleh kebodohan yang meliputi mereka, sedangkan disana tidak menutup kemungkinan masih ada jenis-jenis kesyirikan lain yang tidak dicantumkan disini, sehingga tidak bisa kita membatasi potret kesyirikan lalu kita buat skema pembagiannya seperti metode diatas.
- Diantaranya juga ada pembagian yang disebutkan oleh Imam Ibnu Qoyim dalam kitabnya Jawabul Kaafi liman Sa'ala 'an Dawaa'u Syaafi, yang barangkali perlu pemahaman sempurna dan lebih teliti untuk memahami pembagian syirik ini, dimana beliau menjelaskan, "Syirik terbagi menjadi dua, Syirik yang berkaitan dengan dzat yang disembah, nama, sifat dan perbuatannya. Dan syirik dalam peribadatan dan interaksi dengannya. Kalau seandainya sang pelaku meyakini bahwasannya Allah ta'ala tidak mempunyai sekutu dalam Dzat -Nya, tidak pula dalam sifat dan perbuatan -Nya…."[7]. selanjutnya beliau menjelaskan pembagian dan rincian hukum dua jenis syirik diatas.
[1] . Ibnu Qoyim, Madarijus Salikin 1/339. Ibnu Samhaan, ad-Durarus Saniyah 2/85.
[2] . Lihat ucapannya Syaikh Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh dalam risalah Anwa'u Tauhid wa Anwa'u Syirki, gabungan al-Jami'ul Farid hal: 341.
[3] . Sulaiman bin Abdillah, Taisirul Azizil Hamid hal: 43.
[4] . Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa 1/91-94. Dar'u Ta'arudh al-'Aql wa Naql 7/390. al-Muqrizi, Tajridut tauhidil Mufid hal: 8.
[5] . Muhammad Mubarak al-Maili, asy-Syirku wa Madhahiruhu hal: 66.
[6] . Abul Baqa al-Kafawi, al-Kuliyaat hal: 216. Ahmad ar-Rumi, Majalisul Abraar hal: 150-152.
[7] . Ibnu Qoyim, Jawabul Kaafi hal: 309-310.