Search
Kaidah Ketiga
Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati, di riwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda: "Tidaklah mungkin keimanannya seorang hamba (bisa istiqomah) sampai hatinya beristiqomah". HR Ahmad dalam musnadnya 13048. di hasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2841.
Maka asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati, dan hati jika baik dan dapat beristiqomah maka badan pun dengan sendirinya akan mengikutinya.
Hal itu sebagaimana di tegaskan oleh Imam Ibnu Rajab, dalam hal ini beliau mengatakan: "Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati di atas tauhid. Hal itu sebagaimana tafsiran Abu Bakar Shidiq dan selain beliau ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Dengan mengatakan bahwasannya mereka tidak berpaling kepada yang lainnya. Maka kapan hati bisa istiqomah di atas ma'rifah (mengetahui) kepada Allah, takut kepadaNya, mengagungkanNya, mencintaiNya, rasa raja' (berharap) kepadaNya, berdo'a kepadaNya, bertawakal kepadaNya serta berpaling dari selain Allah. Maka anggota badan akan bisa beristiqomah di atas ketaatan kepadaNya. Sesungguhnya hati adalah rajanya anggota badan sedangkan anggota badan adalah pasukannya, maka jika rajanya berada di atas keistiqomahan maka pasukan serta yang di pimpinnya akan menjadi beristiqomah".[1]
Dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) di riwayatkan dari Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoi keduanya, dia berkata saya pernah mendengar Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jika ia rusak maka rusak pula semua anggota badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati". HR Bukhari no: 52, Muslim no: 1599.
Ibnu Qoyyim berkata di dalam muqodimah kitabnya "Ighaatsatul Lahfan min mashaaid Syaithan".[2] Beliau mengatakan: "Ketika hati bagi anggota badan seperti rajanya yang berhak untuk mengatur pasukan yang berada di bawah komandonya, menggunakan sesukanya, dan semuanya berada di bawah kekuasaannya, keistiqomah atau ketergelinciran berada di bawahnya, maka semua akan mengikuti apa yang menjadi keyakinannya dari keharaman seuatu perkara maupun kehalalannya. Nabi shalallah 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jika ia rusak maka rusak pula semua anggota badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati". Hati adalah raja, hati pula yang memutuskan dalam perkara yang ingin di perintahkan kepada anggota badan, yang berhadapan dengan apa yang di dapat dari hidayahnya, yang mana tidak akan tegak dan bisa istiqomah sedikitpun dari amalan-amalan yang muncul darinya kecuali yang sudah berada di dalam niatnya, dan hati itu adalah penanggung jawab atas itu semua".
Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩} [الشعراء: 88، 89]
"(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". QS asy-Syua'araa: 88-89.
Dan termasuk do'a yang biasa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam panjatkan adalah "Ya Allah sesungguhnya saya meminta kepadaMu hati yang sehat". HR Ahmad: 17114. Nasai no: 1304. Di shahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 2328.