Search
Membangun pribadi- yang bermasyarakat/sosial, memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwa dan masyarakat / sosial.
membangun pribadi
yang bermasyarakat/sosial, memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwa dan masyarakat/ sosial.
membangun pribadi yang bermasyarakat berlandaskan dua hal, yaitu: pertama: memenuhi kebutuhannya secara fisik dan yang kedua: persiapannya untuk latihan kehidupannya yang akan datang.
pertama: memenuhi kebutuhan jiwa dan masyarakat.
sebetulnya tanpa kebutuhan-kebutuhan tersebut seorang manusia dapat tetap hidup, akantetapi orang yang kehilangan dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut baik sebahagian saja ataupun seluruhnya bukanlah termasuk pribadi yang kompak, kami akan memaparkannya dengan ringkas, sebagai berikut:
1.seorang manusia butuh untuk di hargai dan di hormati serta kemerdekaan.
pemenuhan kebutuhan ini berarti di terimanya anak tersebut secara sempurna dan menanamkan rasa percaya diri padanya dan iaberusaha untuk mencapai hal tersebut, hadits-hadits rasulullah saw. banyak menerangkan tentang tanda-tanda penghormatan terhadap anak kecil, misalnya: rasulullah saw. mengucapkan salam kepada anak-anak[1], rasulullah saw. memanggil mereka dengan panggilan (kuniya) yang indah[2], rasulullah saw. menghormati hak-hak anak-anak di tempat-tempat pertemuan,sepertirasulullah saw. meminta izin kepada anak untuk memberikan orang tua terlebih dahulu, rasulullah saw. meminta izin kepada anak tersebut karena ia duduk di samping kanan rasulullah saw.[3]
menghormati dan menghargai anak-anak adalah harus timbul dari dalam hati kedua orangtua bukan hanya dari bentuk luar saja, walaupun anak-anak masih kecil akan tetapi mereka dapat membaca gerakan luar dan ia dapat membedakan antara senyuman yang ikhlas dan senyuman ejekan, mengucapkan salam kepada mereka dan memanggilnya dengan nama-nama yang mereka sukai serta menghormati hak-haknya, menjawab pertanyaan-pertanyaannya, mendengarkan pembicaraannya, berterima kasih ketika berbuat baik, mendo’akannya, memujinya, memberikan kesempatan untuk membela dirinya dan mendengarkan pendapatnya dan usulnya.
adapun fase akhir umur kanak-kanak maka pembina atau orangtua harus berinteraksi dengan anaknya dengan cara yang baik dan lemah lembut, ikut bermain dengannya permainan yang di bolehkan dan membaca serta mendengarkan pengaduannya[4].
jika orangtua atau pembina berbeda pendapat dengannya maka adakanlah percakapan diantarakeduanya secara ramah dan baik serta saling menghormati antara keduanya hanya saja orangtua mempunyai hak untuk di taati(selama perintahnya tidak bertentangan dengan syari’at islam)dan berbuat baikkeduanya.
demikianpula kedua orangtua harus menerima dan bersikap toleran ketika anaknya melakukan kekeliruan, dan mengingatkan bahwa kesalahan boleh jadi adalah suatu jalan menuju kesuksesan dan memperbaiki apa yang telah lalu, seyogyanya orangtua tidak mencelanya dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan bertaubat agar ia bisa lebih mempersiapkan dirinya untuk memperbaiki dirinya, seorang ayah yang bijaksana akan lebih banyak melihat kelakuan baik anak-anaknya dan memujinya daripada mengkritisi kesalahannyawalaupun di sisi lain kritik adalah penting sebagai pembelajaran, kemudian ikut bergabung bersamanya dalam bermain dan bekerja seperti layaknya seorang teman[5].
jika hubungan keakraban ini antara orangtua dan anak tidak terjalin dengan baik maka anak di masa pertumbuhannya akan bergantung kepada teman, guru, atau karib yang lain, dan terkadang ia akan mendapatkan pengalaman yang buruk, sementara yang utama adalah dia belajar dari kedua orangtuanya jika terjalin hubungan yang baik diantara keduanya.
kemudian jika tidak terjalin keakraban anak-anak tengah-tengah keluarganya maka anak akan merasa asing di tengah-tengah keluarganya dan lebih senang untuk menyingkir dari tempat tersebut[6]dari segi yang lain anak tersebut akan memperkuat hubungannya dengan temannya yang di kaguminya, dan terkadang teman-teman tersebut adalah orang-orang yang berakhlak buruk maka anak-anak akan berakhlak seperti mereka, pada kenyataannya banyak sekali contoh-contoh mengenai hal ini.
terkadang pribadi dan pemikiran anak-anak dengan orangtuanya berbeda dalam kondisi seperti ini maka keduanya harus tetap terjalin hubungan yang akrab antara ayah dan anak, karena bukan suatu syarat bahwa seorang anak harus sama dengan ayahnya akantetapi yang terpenting ialah menjaga kondisi psikologisnya[7]
adapun rasa kemerdekaan akan di mulai oleh seorang anak di usianya yang masih belia, karena ia mencoba meraih makanan dengan dirinya sendiri dan jugaberusaha memakaikan bajunya dirinya sendiri,sementara ibuhanya membantunya sesuai dengan kebutuhannya saja tentunya hal ini sangat sulit dan membutuhkan kesabaran, seyogyanya seorang ibu membiarkan anaknya melakukan hal yang di inginkannya dengan sendirinya tanpa membantunya kecuali jika hal tersebut sangat sulit baginya atau di luar dari kemampuannya, hal ini berlangsung terus menerus setiap ia menginginkan sesuatu, sehingga dengan hal ini akan timbul rasa percaya diri di dalam diri anak-anak , dan mereka akan mudah beradaptasi dengan masyarakat.
1.anak butuh kepada cinta dan kasih sayang.
hal ini adalah suatu hal yang sangat penting yang di butuhkan oleh jiwa, oleh karena itu terdapat banyak hadits yang menerangkan tentang cinta dan kasih sayang tersebut, dan berbeda-beda sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhan ini dari satu fase ke fase-fase yang lain, di masa kanak-kanak orangtua akan merasa senang untuk bermain dan bercanda dengan anak-anaknya bahkan mengajaknya berjoget dengan ungkapan yang halus, menciumnya dan merangkulnya.
kemudian setelah anak tersebut berumur lima tahun maka seorang anak akan senang untuk duduk di samping kedua orangtuanya atau meletakkan kepalanya di paha salah satu kedua orangtuanya, mencium keduanya atau selain dari hal tersebut, bahkan ia sangat memerlukannya ketika ia sedang kembali dari sekolah atau dari suatu tempat yang tidak di temani oleh kedua orangtuanya atau ketika terdapat masalah di luar dan di dalam rumah.
pada masa remaja seorang anak akan masih membutuhkan cinta dan kasih sayang dari kedua orangtuanya, ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan faktor ketidak amanan dan tidak percaya diri, sehingga anak tersebut sulit untuk beradaptasi dengan orang lain dan akan tertimpa keraguan dan ketegangan hidup, bahkan tidak adanya rasa kasih sayang orangtua kepada anak-anaknya akan membuat anak mengidap penyakit depresi di masa mendatang[8].
dari segi sosial terdapat celah antara orangtua dan anak jika kebutuhan anak akan kasih sayang tidak terpenuhi dengan baik sehingga anak akan merasakan kontraksi di hadapan orangtuanya dan menyimpan permasalahannya secara sendiri[9]atau dia akan mengatakan permasalahannya kepada orang lain dan bukan kepada orangtuanya, dan membuat ia kelaparan emosional [10]sehingga hal ini membuat anak sangat bergantung kepada orang lain, ketergantungan gambarannya seperti mengagumi, cinta yang berlebihan yang membuat kepada kerinduan yang terlarang yang dapat menyebabkan terjangkitnya anak penyakit kelainan seks.
kecintaan yang sangat berlebihan terhadap seseorang, akan membuat orangtua sulit untuk mendidik anaknya bahkan mungkin akan membuat anak mengidap penyakit kelainan seksual [11], kemudian terkadang terlalu memenuhi setiap apa yang di inginkan oleh anak adalah hal yang dapat menyebabkan anak menjadi rusak, karena ia akan terbiasa dalam hidup mewah sehingga nantinya ia akan lemah menghadapi kenyataan hidup[12]dan kemudian ia akan sulit memikul tanggung jawab[13].
1.butuh kepada permainan.
permainan mempunyai faidah kejiwaan, badan, pendidikan dan sosial, sebagai berikut:
pertama:mengontrolkekuatan yang berlebihan[14], menepis ketegangan yang dapat menimpa anak-anak yang membuat ia memukul mainan dengan membayangkan seolah-olah ia sedang memukul seseorang yang menyakitinya.
kedua:mengetahui yang benar dan yang salah serta beberapa akhlakmuliaseperti kejujuran, adil, amanah dan mengontrol jiwa melalui permainan secara berkelompok serta membangun hubungan sosial, karena ia akan belajar saling tolong menolong, mengambil, menerima dan menghormati hak-hak orang lain, demikian juga ia akan belajarmengenaisuasananya atau perannya yang akan datang, karena anak perempuan menggambarkan peran seorang ibu dan anak laki-laki menggambarkan peran seorang ayah.
ketiga:dengan bermain akan mengasah otak dan kepintaran[15] permainan juga akan membantu pertumbuhan otot bagi anak dan memperbaharui keaktifan dan mengembangkan bakat-bakat yang berbeda-beda.[16]
permainan juga mempunyai pengontrolan, diantaranya sebagai berikut:
satu: pengontrolan dari segi syar’i.
terkadang ada permainan yang terlarang, seperti permainan judi, dadu, bermain dengan merpati dan termasuk juga permainan yang di larang ialah pertaruhan dan lotere, dan terkadang juga ada permainan yang di haramkan karena membuat orang lupa dengan kewajiban syari’at, atau permainan yang akan mengakibatkan kerusakan, atau permainan yang berkaitan dengan hal yang di haramkan oleh syari’at seperti ketika bermain aurat terbuka , melaknat, mencaci, bermusuhan dengan orang musim dan menjadikan pemimpin orang kafir, atau bermain denga salib dan lain-lain sebagainya dari bentuk-bentuk permainan-permainan yang di haramkan.[17]
kaidah mengenai hal ini adalah:pada dasarnyasetiap permainan adalah boleh kecuali permainan yang di haramkan oleh syari’at, atau permainan yang berkaitan dengan hal yang haram, atau permainan yang akan mengakibatkan tertinggalnya kewajiban syari’i.
kedua: pengontrolan dari segi kesehatan.
terdapat larangan bermain-main (di luar rumah) dari waktu maghrib sampai isya, karena di saat tesebut banyak setan bertebaran[18]hal ini adalah sangat berbahaya yang di ketahui secara syar’i atau hukum, dan ada juga permainan yang sangat berbahaya yang di kenal dengan akal dan percobaan seperti bermain dengan alat-alat yang tajam atau bermain di tempat-tempat yang berbahaya.
ketiga: pengontrolan dari segi pendidikan.
kesesuaian permainan dengan umur anak, di tahun pertama anak senang bermain dengan mainan-mainan yang sederhana dan ringan seperti bola plastik, kemudian berkembang sehingga ia bisa bermain susun menyusun dan drilling tools, sementara anak-anak perempuan senang bermain dengan alat-alat masak, dan mungkin orangtua bisa mengajarinya cara memegang pulpen dan melihat buku yang bergambar[19].
membiasakan anak untuk bermain sendiri jika memang sendiri dan tidak berbahaya, seyogyanya seorang ibu tidak ikut bermain dengan anaknya kecuali hanya untuk mengajari permulaannya saja kemudian setelah itu menarik diri secara bertahap, agar anak dapat belajar cara bermain dengan dirinya sendiri dan mengandalkan dirinya[20]
bermain dengan hewan-hewan yang jinak dan lembut di sertai dengan pengawasan, permainan ini akan memberikan kenyamanan bagi anak-anak dan faidah yang lain[21].
menyimpan sebagian mainannya sampai ia mengingat dan menginginkannya kembali maka orangtuapun harus memberikannya, [22], jangan terlalu sering membelikan anak-anak mainan alat-alat perang karena akan menambah rasa permusuhan di sisi anak[23]
mempersiapkan tempat bermain untuk anak, dan jika tempatnya luas dan terbuka maka semakin bagus[24], hal ini akan menjamin keselamatan anak, ketertiban rumah dan keselamatanalat permainan[25].
wallahu a’lam bis shawaab.
--------------------------------------------------------------------------------
[1]lihat kitab shahihul bukhaari pada penjelasan tentang kitab mengenai al isti’dzaan, bab tentang mengucapkan salam buat anak-anak: 7/131.
[2]lihat kitab shahihul bukhaari pada kitab tentang adab bab tentang bersikap ramah terhadap orang lain 7/102.
[3]di riwayatkan oleh bukhari kitab al asyribah bab hal yusta’dzanu rrajul man ‘ala yamiinihi fi sysyurb li yu’tha’ al akbar 6/249.
[4]lihat kitab silsilatu diraasatu nafsiyah wa tarbawiyah oleh faaruq abdu salam dan maisarah thaahir, hal: 113-114.
[5]lihat sumber yang telah lalu hal: 103-105.
[6]lihat al musykilaatu nafsiyah’inda al athfaal oleh zakaria as syarbiiniy hal: 11.
[7]lihat dirasaatu nafsiyah wa tarbawiyah oleh faaruq abdu salam dan maisarah thaahir, hal: 113.
[8]lihat silsilah buhuuts nafsiyah wa tarbawiyah oleh faaruq abdu salam dan maisarah thaahir, hal: 51-54.
[9]lihat min akhthaainaa fi tarbiyati aulaadunaa oleh muhammad as sahim, hal: 68-100.
[10]lihat al usrah wa tufuulah oleh zaidan abdul baaqi, ha: 240.
[11]lihat silsilah buhuutsu nafsiyah wa tarbawiyah oleh faaruq abdu salam dan maisarah thaahir, hal: 109,
[12]lihat ihyaa ‘uluumu ddin oleh al ghazaali, hal: 3/72.
[13]lihat silsilah buhuutsu nafsiyah wa tarbawiyah oleh faaruq abdu salam dan maisarah thaahir, hal: 109.
[14]lihat manhaj tarbiyah al islaamiyah oleh muhammad qutb, hal: 393.
[15]lihat majallah mustaqbah tarbiyah edisi 1 hal: 6, di nukil pada tulisan yang bertema: “tanggung jawab seorang ayah muslim dalam mendidik anak” oleh adnan bahaarits, hal: 311.
[16]lihat sumber yang telah lalu hal: 424.
[17]lihat sumber yang telah lalu, tarbiyatu al ulaad fil islaam oleh abdullah naashih ulwaan, hal: 938.
[18]lihat musnad oleh imam ahmad: 1/362.
[19]lihat al musykilaatu suluukiyah oleh nabih al ghibrah, hal: 188-192.
[20]lihat sumber yang telah lalu, 186-187.
[21]lihat thiflaka as shagir hal hua musykilah? oleh muhammad kaamil, hal: 108.
[22]lihat al musykilaatu sulukiyah oleh nabih al ghibrah, hal: 187.
[23]lihat musykilaatu tarbawiyah fi haati thiflaki oleh muhammad al ‘awid, hal:74.
[24]lihat kaifa turabba thiflan? oleh: muhammad ziyaad hamdaan, hal: 33.
[25]dengarkan kaset: taujihaat wa afkaar fi tarbiyati as shigaar oleh muhammad ad duwaish.