Search
MEMANFAATKAN HARTA UNTUK MERAIH TAKWA KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA.
Perlu dicamkan di sini, bahwa ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam yang berisi celaan terhadap harta dan dunia, bukanlah berarti celaan terhadap dzat harta dan dunia itu sendiri. Akan tetapi, maksudnya adalah celaan terhadap kecintaan yang berlebihan terhadapnya sehingga melalaikan manusia dari mengingat Allah Azza wa Jalla, dan tidak menunaikan hak Allah Azza wa Jalla padanya, sebagaimana firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٖ ٣٤ ﴾ [ التوبة : 34 ]
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih [at-Taubah/8:34].
Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi rahimahullah berkata: "Dunia (harta) tidaklah dilarang (dicela) pada zatnya, tapi karena (dikhawatirkan) harta itu menghalangi (manusia) untuk mencapai (ridha) Allah Shubhanahu wa ta’alla, sebagaimana kemiskinan tidaklah dituntut (dipuji) pada dzatnya, tapi karena kemiskinan itu (umumnya) tidak menghalangi dan menyibukkan (manusia) dari (beribadah kepada) Allah Azza wa Jalla. Berapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak melupakannya dari (beribadah kepada) Allah Shubhanahu wa ta’alla, seperti Nabi Sulaiman Alaihissallam, demikian pula (Sahabat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alihi wa sallam) 'Utsman (bin 'Affan) Radhiyallahu anhu dan 'Abdur Rahman bin 'Auf Radhiyallahu anhu. Dan berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya dari beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan memalingkannya dari kecintaan serta kedekatan kepada -Nya…".
Bahkan banyak ayat al-Qur`an dan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam yang berisi pujian terhadap orang yang memiliki harta dan menggunakannya untuk mencapai ridha Allah Azza wa Jalla, di antaranya:
- Firman Allah Azza wa Jalla :
قال الله تعالى: ﴿ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ ٣٧ ﴾ [ النور: 37]
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang [an-Nur/ :37]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Azza wa Jalla ) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Azza wa Jalla adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah Azza wa Jalla adalah kekal abadi". Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: "Dianjurkan bagi seorang pedagang (pengusaha) untuk tidak disibukkan/dilalaikan dengan perniagaan (usaha)nya dari menunaikan kewajiban-kewajibannya, maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya dia (segera) meninggalkan perniagaannya (untuk menunaikan shalat), agar dia termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji Allah Azza wa Jalla ) dalam ayat ini".
- Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam : "Tidak ada hasad/iri (yang terpuji) kecuali kepada dua orang: (yang pertama) orang yang Allah anugerahkan kepadanya harta lalu dia menginfakkan hartanya di (jalan) yang benar (di jalan Allah), (yang kedua) orang yang Allah anugerahkan kepadanya ilmu lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya (kepada orang lain)".
- Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dia berkata, “Ibuku (Ummu Sulaim) pernah berkata, “ (Wahai Rasulullah), berdoalah kepada Allah untuk (kebaikan) pelayan kecilmu ini (Anas bin Malik)”. Anas berkata, “Maka Rasulullah pun berdoa (meminta kepada Allah) segala kebaikan untukku. Dan doa kebaikan untukku yang terakhir beliau ucapkan: "Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya, serta berkahilah harta dan keturunan yang Engkau berikan kepadanya". Anas berkata, “Demi Allah, sungguh aku memiliki harta yang sangat banyak, dan sungguh anak dan cucuku saat ini (berjumlah) lebih dari seratus orang”.
Hadits ini menunjukkan keutamaan memiliki banyak harta dan keturunan yang diberkahi Allah Azza wa Jalla dan tidak melalaikan manusia dari ketaatan kepada -Nya, karena Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam tidak mungkin mendoakan keburukan untuk Sahabatnya, dan Anas bin Malik Radhiyallahu anhu sendiri menyebutkan ini sebagai doa kebaikan. Oleh karena itulah, Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini dalam bab ‘keutamaan Anas bin Malik Radhiyallahu anhu‘.
- Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dia berkata, “Orang-orang miskin (dari para Sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam ) pernah datang menemui beliau, lalu mereka berkata: "Wahai Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam , orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan pahala (dari harta mereka), kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Azza wa Jalla) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…". Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam bersabda: "Itu adalah karunia (dari) Allah yang diberikan -Nya kepada siapa yang dikehendaki -Nya".
Dalam hadits ini Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam tidak mengingkari ucapan para sahabat tersebut tentang pahala dan keutamaan besar yang diraih oleh orang-orang kaya pemilik harta yang menginfakkannya di jalan Allah Azza wa Jalla. Bahkan di akhir hadits ini, Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam memuji perbuatan mereka. Oleh karena itu, Imam Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits ini, beliau berkata: "Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah Azza wa Jalla ) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah Azza wa Jalla (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya".