Search
Seorang Muslim Bertanya, Apa Yang Menyebabkan Seseorang Berkomitmen Kepada Agama ?, dan Apa Saja Kemu’jizatan al Qur’an ?
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِّثْلِهِ إِن كَانُوا صَادِقِينَ ﴿٣٤﴾ الطور: 34
" Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur'an itu jika mereka orang-orang yang benar". (QS. Ath Thuur: 34)
Pertama:
Sesungguhnya Islam yang agung ini adalah madrasah bagi dunia yang sedang bingung dengan masalah kehidupan, dan sungguh manusia yang paling mengetahui nikmat Islam dengan sebenarnya, adalah mereka yang mengetahui masa jahiliyah dengan sebenarnya, dari sisi teori, aplikasi dan realitanya.
Saya akan membawa anda pada masa lebih dari 1400 tahun, agar anda mengakui apa yang mereka simpulkan tentang apa saja yang menjadikan para sahabat komitmen dengan Islam, dan bagaimana kondisi umat manusia sebelum Islam. Yang bertanya adalah Raja Habasyah an Najasyi, dan yang menjawab: Ja’far bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu-. Inilah kisah tentang prosesi hijrah mereka kepada Habasyah.
" ... وَقَدْ دَعَا النَّجَاشِيُّ أَسَاقِفَتَهُ فَنَشَرُوا مَصَاحِفَهُمْ حَوْلَهُ ليسَأَلَهُمْ فَقَالَ مَا هَذَا الدِّينُ الَّذِي فَارَقْتُمْ فِيهِ قَوْمَكُمْ وَلَمْ تَدْخُلُوا فِي دِينِي وَلَا فِي دِينِ أَحَدٍ مِنْ هَذِهِ الْأُمَمِ ؟ قَالَتْ : فَكَانَ الَّذِي كَلَّمَهُ جَعْفَرُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ لَهُ : أَيُّهَا الْمَلِكُ كُنَّا قَوْمًا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ نَعْبُدُ الْأَصْنَامَ وَنَأْكُلُ الْمَيْتَةَ وَنَأْتِي الْفَوَاحِشَ وَنَقْطَعُ الْأَرْحَامَ وَنُسِيءُ الْجِوَارَ يَأْكُلُ الْقَوِيُّ مِنَّا الضَّعِيفَ فَكُنَّا عَلَى ذَلِكَ حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْنَا رَسُولًا مِنَّا نَعْرِفُ نَسَبَهُ وَصِدْقَهُ وَأَمَانَتَهُ وَعَفَافَهُ فَدَعَانَا إِلَى اللَّهِ لِنُوَحِّدَهُ وَنَعْبُدَهُ وَنَخْلَعَ مَا كُنَّا نَعْبُدُ نَحْنُ وَآبَاؤُنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ الْحِجَارَةِ وَالْأَوْثَانِ وَأَمَرَنَا بِصِدْقِ الْحَدِيثِ وَأَدَاءِ الْأَمَانَةِ وَصِلَةِ الرَّحِمِ وَحُسْنِ الْجِوَارِ وَالْكَفِّ عَنْ الْمَحَارِمِ وَالدِّمَاءِ وَنَهَانَا عَنْ الْفَوَاحِشِ وَقَوْلِ الزُّورِ وَأَكْلِ مَالَ الْيَتِيمِ وَقَذْفِ الْمُحْصَنَةِ وَأَمَرَنَا أَنْ نَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا نُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَأَمَرَنَا بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ - قَالَ : فَعَدَّدَ عَلَيْهِ أُمُورَ الْإِسْلَامِ - فَصَدَّقْنَاهُ وَآمَنَّا بِهِ وَاتَّبَعْنَاهُ عَلَى مَا جَاءَ بِهِ فَعَبَدْنَا اللَّهَ وَحْدَهُ فَلَمْ نُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا وَحَرَّمْنَا مَا حَرَّمَ عَلَيْنَا وَأَحْلَلْنَا مَا أَحَلَّ لَنَا فَعَدَا عَلَيْنَا قَوْمُنَا فَعَذَّبُونَا وَفَتَنُونَا عَنْ دِينِنَا لِيَرُدُّونَا إِلَى عِبَادَةِ الْأَوْثَانِ مِنْ عِبَادَةِ اللَّهِ وَأَنْ نَسْتَحِلَّ مَا كُنَّا نَسْتَحِلُّ مِنْ الْخَبَائِثِ ... " رواه أحمد / 1740
“Najasyi telah memanggil para uskupnya, dan mereka menyebarkan mushaf kepadanya, maka ia berkata: Agama apa ini yang menjadikan kalian terpecah belah kaumnya, sedang kalian juga tidak memasuki agama saya, agama kalian juga bukan agama yang ada pada generasi umat ini ?. Yang diajak berbicara tersebut adalah Ja’far bin Abu Thalib, maka ia berkata: “Wahai raja Habasyah, kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah, kami menyembah berhala, kami makan bangkai, kami melakukan perbuatan keji, memutuskan tali silaturrahim, mengganggu kenyamanan bertetangga, yang kuat menindas yang lemah, kami dahulu tetap seperti itu sampai Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari kami sendiri, kami mengetahui nasabnya, kejujurannya, amanahnya, konsisten menjaga kesucian dirinya, seraya ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan mengabdi kepada-Nya, melepaskan apa yang kami dan nenek moyang kami sembah dahulu dari bebatuan, dan berhala, ia menyuruh kami agar jujur dalam berucap, menunaikan amanah, menyambung tali silaturrahim, berbuat baik pada tetangga, menjauhi yang diharamkan, darah, melarang kami untuk melakukan perbuatan keji, berkata bohong, memakan harta anak yatim, menuduh sembarangan seseorang berzina –naudzubillah-, ia menyuruh kami untuk mengabdi kepada Allah semata, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, ia juga menyuruh kami shalat, zakat dan puasa. Lalu kami membenarkannya, kami beriman kepadanya, mengikuti ajarannya, kami mengabdi kepada Allah semata, dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu, kami mengharamkan yang haram, dan menghalalkan yang halal, lalu kaum kami memusuhi kami, dan menyiksa kami, memfitnah kami, agar kami kembali menyembah berhala, dan menghalalkan kembali apa yang dahulu kami halalkan…. (HR. Ahmad 1740)
Jika anda mengetahui siapa yang mengajakmu (Allah), maka kamu akan mengetahui apa yang menjadikanmu berkomitmen?, sesungguhnya yang mengajak adalah Allah –Ta’ala-, sebagaimanan firman-Nya:
( إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ) آل عمران/ 19
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran: 19)
Dia juga berfirman:
( وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ) آل عمران/ 85 .
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran: 85)
Sesungguhnya Allah Maha Agung tidak mungkin mengajak kami kepada sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kami, dan tidak baik bagi kami, tetapi Dia justru mengajak kami kepada petunjuk dan cahaya (iman), bahkan Dia tidak menciptakan makhluk-Nya sia-sia, tetapi ia menciptakan mereka untuk mengemban misi penting yang agung yang berkaitan dengan-Nya, yaitu; mengesakan-Nya dan mengabdi kepada-Nya, Allah berfirman:
( أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ ) المؤمنون/ 115
“ Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (QS. Al Mukminun: 115)
Dia juga berfirman:
( وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ) الذاريات/ 56.
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyaat: 56)
Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata: “…maksudnya adalah bahwa Aku (Allah) menciptakan mereka, agar Aku suruh mereka beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir: 4/239)
Sesungguhnya manusia tidak akan bisa hidup dalam rasa aman tanpa adanya agama, karena manusia seperti perahu yang berjalan di lautan, dan agama adalah nahkodanya yang menuntunnya kepada hal-hal yang bermanfaat, jadi manusia harus memiliki agama, kalau tidak maka sebagiannya akan memakan sebagian yang lain, dan sebaik-baik dan paling mulia adalah agama Islam.
kami mengajak anda untuk berfikir tentang keadaan umat Islam, dalam kebiasaan mereka, urusan dan akhlak mereka. Bandingkanlah dengan pengikut agama lainnya, maka jawabannya akan sangat jelas insya Allah.
Atau bertanyalah kepada orang-orang yang hidup di bawah naungan peradaban yang tinggi, mereka tidak akan mendapatkan peradaban tertinggi kecuali dengan Islam. Oleh karenanya mereka adalah manusia yang sangat berpegang teguh kepada Islam karena mereka merasakan manisnya Iman setelah mereka merasakan pahitnya kekafiran.
Baca juga jawaban soal nomor: 14055.
Kedua:
Adapun tantangan al Qur’an kepada para ahli bahasa Arab yang fasih dan baligh, agar mendatangkan seperti al Qur’an ini, itu adalah tantangan untuk masa lalu dan masa depan. Para ulama bahasa Arab tidak bisa mendatangkan ayat serupa dengan ayat dalam al Qur’an. Tantangan itu masih berlaku sejak diturunkannya al Qur’an, berapa banyak penyair, dan ahli bahasa dari orang-orang Arab, mereka semua tidak mampu mendatangkan surat serupa dengan al Qur’an, bahkan 10 ayat saja mereka tidak mampu. Ya, sebagian mereka sudah berusaha untuk menandingi al Qur’an, namun hasilnya menjadi bahan tertawaan dan lelucon.
Kami akan ajak anda untuk kembali pada lebih dari 1400 tahun yang lalu, agar anda mengetahui pengakuan para ahli bahasa Arab akan redaksi dan keajaiban al Qur’an, di antara mereka adalah: abul Walid ‘Uqbah bin Rabi’ah, Penyair Anis al Ghifari, dan telah kami sebutkan persaksian mereka tentang al Qur’an pada jawaban soal nomor: 114028.
Berikut ini persaksian beberapa ahli bahasa pada zaman modern:
1. Ibrahim Kholil berkata, dahulu ia adalah termasuk pembesar pendeta, lalu Allah memberikan hidayah kepadanya untuk masuk Islam: “Saya meyakini dengan sepenuhnya, bahwa seandainya saya adalah orang yang tidak beriman dengan risalah samawiyah, lalu ada sekelompok orang yang menceritakan tentang al Qur’an yang mendahului ilmu modern dari semua sisinya, maka pasti saya akan beriman kepada Tuhan yang mempunyai kekuatan, Pencipta langit dan bumi dan saya tidak akan menyekutukanNya dengan sesuatu.
2. Reejez Blasyir –seorang msisionaris asal Prancis- berkata: “Sesungguhnya al Qur’an bukan hanya mu’jizat dari sisi kandungan dan ajarannya saja, namun sebelum itu semua al Qur’an juga unggul dari sisi sastranya yang sangat bagus. Kholifah Umar bin Khattab –radhiyallah yang sebelumnya menentang keras agama baru tersebut, ia berubah menjadi penolong agama Allah ini setelah mendengar beberapa ayat dari al Qur’an, kami akan menyebutkan sebuah hadits yang menyatakan sejauh mana pengaruh lantunan al Qur’an ketika dibaca oleh orang-orang mukmin.
3. Buter –seorang wanita Amerika memeluk agama Islam setelah perenungan yang dalam- berkata: “Ketika saya menyempurnakan bacaan al Qur’an, saya merasakan bahwa inilah yang hak, yang mampu menjawab dengan komprehensip pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah penciptaan dan lain-lain. Al Qur’an juga menyuguhkan kepada kita kejadian-kejadian penting melalui kisah yang bisa dibaca dengan seksama, sementara kisah-kisah tersebut bertentangan satu sama lain pada kitab-kitab agama lain. Namun al Qur’an mampu menceritakan dengan alur yang baik, yang tidak menyisakan keragu-raguan bagi yang membacanya, inilah yang hak dan yang pasti bersumber dari Allah.
4. Mauris Bukari –Ilmuwan Prancis yang terkenal masuk Islam setelah mempelajari banyak agama dan membandingkannya- berkata: “Pertama kali yang saya pelajari adalah al Qur’an, tanpa modal pemikiran atau pembahasan sebelumnya, untuk mencari keselarasan antara al Qur’an dengan ilmu modern, sebelumnya saya mengenal melalui terjemahan, bahwa al Qur’an menyebutkan banyak hal tentang kejadian alam, namun pengetahuan saya waktu itu sangat terbatas, namun setelah saya mempelajarinya dengan teks arabnya, saya mampu meyakini setelah saya menyelesaikan bacaannya, bahwa al Qur’an tersebut sama sekali tidak ada celah yang bisa disanggah isinya kalau ditinjau dari sisi ilmu modern, dengan cara yang sama saya bandingkan dengan perjanjian lama dan injil. Adapun kitab perjanjian lama, disana tidak ada kebutuhan untuk membahas hal yang lebih jauh dari kitab pertama, yaitu; “Sifir Takwin”, saya telah mendapatkan pernyataan yang tidak bisa dipadukan dengan ilmu modern pada masa kita. Sedangkan kitab injil, kami menemukan beberapa ayat injil “Matius” bertentangan dengan sangat jelas dengan injil “Lukas”, di dalam injil Lukas dengan jelas menyebutkan sesuatu yang tidak sesuai dengan ilmu modern, khususnya tentang kehidupan manusia di bumi.
5. Filip Hatti –Nasrani asal Libanon- berkata: “Redaksi al Qur’an berbeda dengan kitab yang lain, ia tida bisa dibandingkan dengan redaksi lain, dan tidak mungkin untuk ditiru, inilah yang sangat mendasar dalam kemu’jizatan al Qur’an, dari semua mu’jizat yang ada, maka al Qur’an adalah mu’jizat yang terbesar
Kami menukil ini semua dari buku “Ath Tha’nu fil Qur’anil Karim, war Raddu ‘ala Tha’inin fil Qarni Rabi’ ‘Asyar al Hijri” hal. 156-159, karya: Syeikh Abdul Muhsin bin Zubni al Muthairi –semoga Allah memberikan taufiq kepada beliau-
Adapun bentuk kemu’jizatan al Qur’an yang lain banyak sekali, telah disebutkan oleh al Qadhi ‘Iyadh dalah bukunya “asy Syifaa”, Imam Suyuthi meringkasnya dalam “al Itqaan” dan berkata: “al Qadhi ‘Iyadh berkata dalam “asy Syifaa”: Ketahuilah bahwa al Qur’an banyak menyimpan kemu’jizatan, kami dapat menyimpulkan pada empat hal:
1. Susunan bahasanya sangat indah, adanya keselarasan redaksi, kalimatnya fasih, balaghahnya jauh di atas kebiasaan orang Arab, yang pada waktu itu mereka berada pada masa keemasan cara berbahasa.
2.Susunan bahasa yang menakjubkan, ungkapan yang sangat berbeda dengan ungkapan orang Arab secara umum, metode retorikanya, beberapa potongan ayatnya diakhiri dengan kata yang tidak bisa dibandingkan dengan sebelum dan sesudahnya.
Dilihat dari dua sisi di atas adalah bagian dari kemu’jizatan al Qur’an yang melemahkan orang Arab untuk mendatangkan salah satu dari kedua sisi tersebut, karena kedua-duanya berada diluar jangkauan ilmu mereka, sangat berbeda dengan tingkat kefasihan bahasa mereka.
3. Al Qur’an mencakup berita tentang hal-hal ghaib, dan yang sebelumnya tidak ada menjadi ada sebagaimana yang dikabarkan.
4. Menjelaskan tentang berita umat-umat dan syari’at terdahulu, yang sebelumnya tidak diketahui kisahnya kecuali dari para rahib ahli kitab, dengan redaksi yang lengkap sesuai dengan redaksi al Qur’an kepada seorang yang Ummi; yang tidak bisa membaca dan menulis.
Keempat hal inilah, termasuk kemu’jizatan al Qur’an yang tidak satu orangpun menentangnya.
(“al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an” 4/18-19. Baca juga: “Asy Syifaa” karya al Qadhi ‘Iyadh 1/258-272)
Wallahu a’lam.