Search
Cara Menyisir Rambut
Cara Menyisir Rambut
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh ditanya:
Bagaimana cara menyisir rambut bagi laki-laki dan wanita, apakah ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang cara menyisir rambut secara khusus atau larangan tentang sebagian cara menyisir?
Jawaban: Adapun bagi wanita, al-Bukhari rahimahullah menyebutkan : ‘Bab menjadikan rambut wanita menjadi tiga kepang’. Kemudian ia menyebutkan dengan sanadnya dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Kami mengepang rambut putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- maksudnya tiga kepang. Waki’ berkata: Sufyan berkata: Ubun-ubunnya dan dua tanduknya.’ Hingga di sini ucapan al-Bukhari. Kepang ini berdasarkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunan-nya dengan sanadnya dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اِغْسِلْنَهَا وِتْرًا وَاجْعَلْنَ شَعْرَهَا ضَفَائِرَ)) [ رواه البخاري ]
‘Mandikanlah dia secara ganjil dan jadikanlah rambutnya beberapa kepang.’ (HR. Bukhari)
Ibnu Hibban meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Ummi ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اِغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا وَاجْعَلْنَ لَهَا ثَلاَثَ قُرُوْنٍ)) [ رواه ابن حبان ]
‘Mandikan dia tiga kali, atau lima kali, atau tujuh kali, dan jadikanlah baginya tiga kepang.’ (HR. Ibnu Hibban)
Dalam Mushannaf Abdurrazzaq rahimahullah dengan sanadnya dari Hafshah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Kami menyanggul tiga kepang; satu di ubun-ubunnya dan dua di tanduknya, dan kami meletakkannya di belakangnya. Ibnu Daqiq al-‘Ied berkata: Dalam hadits ini merupakan anjuran menyisir rambut dan mengepangnya.
Adapun yang dilakukan sebagian wanita muslimah di masa sekarang berupa memisah rambut kepala dari sisi dan mengumpulkannya dari sisi ubun-ubun, atau menjadikannya di atas kepala, seperti yang dilakukan oleh wanita Prancis, maka hal ini tidak boleh karena termasuk menyerupai wanita kafir.
Imam Ahmad rahimahullah dan Abu Daud rahimahullah meriwayatkan dengan sanad mereka kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ)) [ رواه أحمد ]
‘Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari golongan mereka.’ Ibnu Hibban dan al-Hafizh al-‘Iraqi rahimahumallah menshahihkan hadits ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Isnadnya baik. Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata: Hasan. Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits yang panjang, ia berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ: رِجَالٌ مَعَهُ سِيَاطٌ كأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا الناس وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسِهِنَّ كأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ العجاف لَايَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَيَجِدْنَا رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا) [ رواه مسلم)
“Ada dua golongan penghuni neraka dari umatku yang belum kulihat: laki-laki yang bersamanya ada cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul hamba-hamba Allah dengannya dan wanita-wanita yang berpakaian (namun seperti) telanjang, berlenggang lenggok, di atas kepala mereka seperti ponok unta, mereka tidak masuk surga dan tidak mencium aroma surga dan aromanya bisa tercium dari jarak seperti ini dan seperti ini.” HR. Muslim.
Sebagian ulama menafsirkan sabdanya shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Mailaat mumiilaat’, bahwa mereka menyisir dengan sisiran miring, yaitu sisiran para pelacur. Ini adalah sisiran wanita-wanita Prancis dan yang mengikuti langkah mereka dari wanita muslimah.
Kedua: adapun rambut kepala wanita maka tidak boleh mencukurnya (sampai pendek). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa`i dalam Sunan-nya, dengan sanadnya dari Ali radhiyallahu ‘anhu, dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanadnya dalam Musnad-nya, dari Utsman radhiyallahu ‘anhu, dan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir rahimahullah dengan sanadnya dari Ikramah rahimahullah, mereka berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang wanita mencukur rambutnya.’ Dan apabila larangan datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka menunjukkan haram selama tidak ada dalil lain. Mulla Ali Qari berkata dalam al-Mirqaat Syarh Misykat: ‘Wanita mencukur rambutnya’ karena kepang rambut bagi wanita bagaikan jenggot bagi laki-laki dalam bentuk dan keindahan. Adapun mengambil sedikit dari bawah kepang, maka dalam Shahih Muslim, dari Abu Salamah rahimahullah bin Abdurrahmah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Aku berkunjung kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha bersama saudaranya sesusu, maka ia bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari junub, ia (Aisyah radhiyallahu ‘anha) meminta bejana sekitar ukuran satu gantang, lalu ia mandi. Di antara kami dan dia ada hijab, ia menyiram kepalanya tiga kali...dan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil (mencukur) rambutnya hingga mencapai daun telinga bawah (tempat anting-anting). An-Nawawi rahimahullah berkata: Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: ‘Sudah dikenal bahwa wanita arab membuat kepang rambut dan kemungkinan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal ini setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena mereka meninggalkan berhias diri dan merasa tidak perlu memanjangkan rambut serta karena ingin meringankan beban kepala mereka. Dan yang disebutkan Qadhi ‘Iyadh rahimahullah ini bahwa mereka melakukannya setelah wafat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukan pada masa hidup beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti inilah yang dikatakan oleh yang lainnya. Dan ia suatu kemestian dan tidak mungkin mereka melakukannya di masa hidup beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan padanya merupakan dalil boleh mencukur rambut wanita. An-Nawawi rahimahullah berkata pula: Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: ‘Zhahir hadits menunjukkan bahwa keduanya melihat perbuatannya (Aisyah radhiyallahu ‘anha) di kepalanya dan bagian atas tubuhnya yang boleh bagi mahram melihatnya.[1]