Search
Hajr (tidak menyapa) terhadap orang yang menyalahi (ahli bid’ah):
Di antara yang terkait bab ini adalah persoalan penting yang harus diketahui dengan jelas padanya, terutama di masa sekarang, yaitu persoalan hajr, yaitu berpaling dari orang yang menyalahi (ahli bid’ah), tidak duduk bersamanya, tidak menyapanya, tidak memberi salam kepadanya, dan tidak masuk kepadanya. Persoalan ini adalah persoalan yang harus diketahui tujuannya secara syar’i, sehingga bisa melakukan interaksi bersamanya dengan cara yang benar.
Disyari’atkan hajr:
Hajar adalah perkara yang disyari’atkan saat dibutuhkan, terkadang hukumnya sunnah dan terkadang wajib. Dan dalil-dalil disyari’atkan hajr saat dibutuhkan sangat banyak dari al-Qur`an, Sunnah dan ijma’.
Pertama: dari al-Qur`an:
- Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي ءَايَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ {68} ﴾ [الأنعام: ٩١]
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (maka larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang. orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. al-An’aam:68)
Ayat ini merupakan dalil haramnya duduk-duduk bersama ahli bid’ah, pelaku dosa besar dan ahli maksiat. Al-Qurthuby rahimahullah berkata: ‘Dalam ayat ini merupakan bantahan dari al-Qur`an terhadap orang yang menduga bahwa para imam yang merupakan hujjah dan para pengikut mereka, mereka boleh berkumpul bersama orang-orang fasik dan membenarkan ucapan mereka secara taqiyyah. Ath-Thabary rahimahullah menyebutkan riwayat dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali rahimahullah, ia berkata: ‘Janganlah kamu duduk-duduk bersama orang-orang yang suka bermusuhan (ahli bid’ah), sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang memperolok-olokan ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala.’ Ibnul Araby rahimahullah berkata: ‘Ini merupakan dalil bahwa duduk-duduk bersama pelaku dosa besar adalah tidak boleh.’ Ibnu Khuwairiz Mandad rahimahullah berkata: ‘Siapa yang memperolok-olokan ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala niscaya ditinggalkan majelisnya (tidak boleh duduk bersamanya) dan dihajr, sama saja ia mukmin atau kafir. Demikian pula para ulama kita (mazhab Maliky) melarang masuk ke negeri musuh, tempat ibadah mereka, duduk-duduk bersama orang-orang kafir dan ahli bid’ah, dan jangan sampai mencintai mereka, jangan didengarkan ucapan mereka dan janganlah berdebat bersama mereka. Kemudian ia menyebutkan beberapa atsar dari kaum salaf dalam menghajr ahli bid’ah.[1]
- Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا {140}﴾ [النساء: 140]
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam, (QS. an-Nisaa`:140)
Al-Qurthuby rahimahullah berkata: ‘Hal ini menunjukkan wajibnya menjauhi pelaku maksiat apabila nampak kemungkaran dari mereka. Karena siapa yang tidak menjauhi mereka berarti ia ridha (senang) terhadap perbuatan mereka, dan ridha dengan kekufuran adalah kufur. Firman Allah subhanahu wa ta’ala di atas (Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.) maka setiap orang yang duduk di majelis maksiat dan tidak mengingkari mereka, berarti ia mendapatkan dosa bersama mereka. Seharusnya ia mengingkari mereka apabila mereka berbicara tentang maksiat dan melakukannya. Maka jika ia tidak mampu mengingkari perbuatan mereka maka semestinya ia meninggalkan mereka agar ia tidak termasuk orang yang mendapat ancaman dalam ayat ini.
Apabila sudah jelas kewajiban menjauhi para pelaku maksiat seperti yang telah kami jelaskan, maka menjauhi ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu adalah lebih utama..Juwaibir meriwayatkan dari ad-Dahhak rahimahullah, ia berkata: ‘Masuk dalam ayat ini setiap ahli bid’ah yang menciptakan yang baru dalam agama hingga hari kiamat.’[2]
- Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ وَلاَتَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَالَكُم مِّن دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَآءَ ثُمَّ لاَتُنصَرُونَ {113} ﴾ [هود: 113]
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkanmu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Huud:113)
Al-Qurthuby rahimahullah berkata: ‘Yang shahih dalam makna ayat tersebut adalah bahwa ia menunjukkan perintah hajr terhadap orang kafir dan pelaku maksiat serta selain mereka. Maka sesungguhnya berteman dengan mereka adalah kufur dan maksiat, karena berteman tidak terjadi kecuali bersumber dari rasa cinta. Tharafh bin ‘Abd berkata:
Tentang seseorang, janganlah engkau bertanya, dan bertanyalah tentang temannya,
Maka setiap teman mengikuti orang yang menemaninya
Jika persahaban itu karena kebutuhan dan taqiyyah, maka sudah dibicarakan dalam surat Ali Imran dan al-Maidah, dan menemani orang zalim dengan alasan taqiyyah dikecualikan dari larangan dalam kondisi dharurat.’ Wallahu A’lam.[3]
- Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ لاَّتَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخَرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ﴾ [المجادلة: 22]
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (QS. al-Mujadilah:22)
Al-Qurthuby rahimahullah berkata: ‘Imam Malik rahimahullah mengambil dalil dari ayat ini atas memusuhi Qadariyah dan tidak duduk bersama mereka. Asyhab berkata dari Malik rahimahullah: ‘Janganlah engkau duduk bersama Qadariyah dan musuhilah mereka karena Allah subhanahu wa ta’ala, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ لاَّتَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخَرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَرَسُولَهُ ﴾ [المجادلة: 22]
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,..)
Dan sama seperti Qadariyah semua pelaku aniaya dan permusuhan.[4]