1. Articles
  2. Jenis-Jenis Bid’ah dan Berbagai Kondisi Para Pelakunya
  3. Catatan-catatan penting mendiamkan (hajr) yang disyari’atkan

Catatan-catatan penting mendiamkan (hajr) yang disyari’atkan

2237 2013/05/16 2024/12/17

Yang perlu diingatkan dalam masalah ini bahwa mendiamkan ahli bid’ah adalah dari bab pendekatan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ibadah, maka harus ada dua syarat diterimanya, yaitu:

Pertama, ikhlas: ia adalah timbangan ibadah dalam batinnya. Maka yang mendiamkan ahli bid’ah harus bertujuan memberi nasihat karena Allah subhanahu wa ta’ala, bagi kitab-Nya, rasul-Nya, dan bagi semua kaum muslimin, dan bertujuan menutup pintu bid’ah,  dan mencela pelakunya agar kembali kepada sunnah, tanpa adanya tujuan-tujuan lain dari sisi hawa nafsu belaka.

                Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: ‘Apabila hal ini sudah diketahui, maka mendiamkan yang syar’i merupakan amal ibadah yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya. Taat harus ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala dan sesuai perintahnya. Maka siapa yang mendiamkan karena hawa nafsunya atau mendiamkan yang tidak diperintahkan, berarti ia keluar dari kriteria hal ini.[1]

Kedua: Mutaba’ah, yaitu timbangan amal secara lahir:

 Mendiamkan ahli bid’ah harus berdasarkan beberapa catatan yang berdiri di atas kaidah menjaga mashlahat (kebaikan) dan menolak kerusakan. Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata: ‘Disyari’atkan hajr adalah dalam lingkaran kriteria-kriteria syar’i yang dibangun di atas dasar menjaga mashlahat dan menolak kerusakan.’[2]

Sehingga bisa terealisasikan penyebab yang mengharuskan hajr (mendiamkan), harus dipastikan beberapa perkara:

  1. Memastikan adanya bid’ah, tidak cukup dengan isu dan ucapan fulan (si anu), akan tetapi harus dipastikan mendengar ucapannya atau melihat perbuatannya atau tulisannya.
  2. Bahwa bid’ah itu adalah sesuatu yang dipastikan bid’ahnya, maka janganlah ia menhajr dalam masalah-masalah yang para ulama yang berbeda pendapat padanya.
  3. Sampainya hujjah kepada pelaku bid’ah, memahaminya, hilangnya penghalang kebodohan, tidak adanya syubhat, dan tersingkapnya ghaflah (lupa, lalai).


[1] Majmu’ Fatawa 28/207.
[2] Hajrul Mubtadi’ hal 41.
Previous article Next article
Website Muhammad Rasulullah saw.It's a beautiful day