Search
Kesebelas: Konsep Islam Tentang Ekonomi, Perdagangan, Produksi dan Pertanian.
Konsep Islam mengenai ekonomi, perdagangan, produksi, pertanian dan semua yang menjadi kebutuhan manusia, berupa; air, bahan pangan, sarana-sarana umum dan sistem yang memberikan jaminan kelestarian lingkungan kota dan pedesaan. Kebersihan dan penataan lalu lintas. Serta memberantas tindakan penipuan, dusta dan lain-lain. Semua ini telah dijelaskan dalam Islam secara rinci dan lengkap.
Kedua belas: Konsep Islam Dalam Menjelaskan Musuh-Musuh Tersembunyi dan Cara Menghindarinya
Allah ta’ala menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa hamba-Nya yang muslim mempunyai musuh-musuh yang hendak menyeretnya kepada kebinasaan di dunia dan akhirat. Jika ia mematuhi dan mengikutinya.
Maka Allah memperingatkan dari musuhnya dan menjelaskan jalan menyelamatkan diri darinya. Musuh-musuh tersebut adalah;
Pertama: syaitan yang terkutuk, yang mendorong musuh-musuh yang lain dan menggerakkannya melawan manusia. Dialah musuh bapak kita Adam dan ibu kita Hawa yang telah mengeluarkan keduanya dari surga. Dia merupakan musuh abadi bagi keturunan Adam hingga berakhirnya dunia. Ia bekerja keras untuk menjerumuskan mereka kepada kekafiran hingga Allah mengekalkan mereka ke neraka bersama-sama -kita berlindung kepada Allah-. Dan siapa yang tak mampu ia jerumuskan kepada kekafiran maka ia berusaha menjerumuskannya pada berbagai kemaksiatan yang mengakibatkan ia mendapat murka dan siksa Allah.
Syaitan merupakan ruh yang berjalan dalam tubuh manusia pada aliran darah. Syaitan memasukkan bisikan-bisikan ke dalam dada manusia dan dia buat keburukan tampak indah hingga manusia terjerumus dalam kenistaan jika mentaatinya.
Jalan menyelamatkan diri darinya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta’ala, yaitu: seorang muslim jika sedang marah atau tergerak untuk melakukan kemaksiatan supaya mengucapkan :
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Saya berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”
Lalu tidak melampiaskan kemarahannya dan tidak melakukan maksiat. Dan sepatutnya ia menyadari bahwa yang mendorong kepada keburukan yang terlintas dalam dirinya adalah syaitan untuk menjerumuskannya pada kebinasaan, setelah itu syaitan berlepas diri darinya.
Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS.Fathir: 6).
Musuh kedua: Hawa nafsu. Dari hawa nafsu inilah terkadang manusia merasakan keinginan untuk menolak kebenaran dan meninggalkannya jika ada orang yang menjelaskan kepadanya. Demikian pula keinginan untuk menolak hukum Allah ta’ala karena berseberangan dengan keinginannya.
Berangkat dari hawa nafsu inilah perasaan lebih didahulukan daripada kebenaran dan keadilan. Jalan menyelamatkan diri dari musuh ini adalah seorang hamba hendaknya memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari mengikuti hawa nafsu dan jangan memenuhi dorongan hawa nafsunya sehingga tidak sampai ia ikuti. Namun ia mengatakan yang benar dan menerimanya sekalipun itu pahit dan memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan.
Musuh ketiga: nafsu yang menyuruh kepada keburukan. Diantara suruhannya berbuat buruk apa yang dirasakan seseorang dalam dirinya, berupa; keinginan untuk melakukan syahwat yang diharamkan seperti zina, minum khamer, berbuka pada bulan ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan syariat dan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah selain itu. Jalan menyelamatkan dari musuh ini adalah seorang hamba hendaknya memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari kejahatan dirinya dan dari syaitan, sabar menahan diri untuk tidak mengikuti syahwat yang diharamkan karena mencari ridha Allah sebagaimana ia sabar menahan dirinya dari makan atau minum yang sangat ia sukai namun makanan tersebut membahayakan dirinya sekiranya ia makan atau minum. Ia mengingat-ingat bahwa syahwat yang diharamkan ini cepat lenyap yang akibatnya penyesalan panjang.
Musuh keempat: syaitan berwujud manusia. Mereka adalah para pelaku kemaksiatan dari anak-cucu Adam yang telah dipermainkan syaitan. Jadilah mereka mengerjakan kemungkaran dan membuatnya nampak indah dihadapan orang yang bergaul dengan mereka. Jalan menyelamatkan dari musuh ini adalah waspada darinya, menjauhkan diri dan tidak bergaul dengannya.
Ketiga belas: Konsep Islam Tentang Idealis dan Hidup Bahagia
Sasaran tinggi yang Allah ta’ala arahkan kepada hamba-hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya bukanlah kehidupan dunia dan segala yang menggiurkan didalamnya yang fana. Namun sasaran tinggi tersebut adalah persiapan untuk masa depan yang hakiki dan abadi. Yaitu kehidupan akhirat setelah mati. Sehingga seorang muslim yang benar akan bekerja dalam kehidupan ini dengan anggapan dunia hanyalah sekedar sarana menuju kehidupan akhirat dan bukannya sebagai tujuan akhir.
Ia mengingat-ingat firman Allah ta’ala:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.Adz Dzariat : 56).
Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esuk hari (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 18-20).
Allah ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al Zalzalah : 7-8).
Seorang muslim yang benar akan mengingat-ingat ayat-ayat yang agung ini dan firman Allah lainnya yang diarahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya sebagai tujuan Allah menciptakan mereka dan masa depan yang sedang menanti-nanti mereka tanpa ada keraguan.
Sehingga ia akan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa depan yang hakiki nan abadi itu dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata dan mengerjakan amal yang membuat Allah ridha dengan penuh harap akan ridha Allah kepadanya dan dimuliakan di kehidupan ini dengan ketaatan kepada-Nya dan setelah mati dengan memasukkannya ke dalam surga-Nya.
Sehingga Allah memuliakannya dalam kehidupan ini dengan mengaruniakannya kehidupan yang baik. Ia hidup dalam perlindungan dan penjagaan Allah. Memandang dengan cahaya Allah. Menunaikan berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada-Nya. Sehingga ia dapat merasakan kelezatan munajat kepada Allah ta’ala dan ia berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisannya lalu hatinyapun merasakan ketenangan dengan itu.
Ia bersikap baik kepada manusia dengan ucapan dan perbuatannya. Sehingga iapun mendengar dari orang-orang baik pengakuan akan kebaikannya, doa untuk dirinya yang menggembirakan dan melegakan dadanya.
Ia melihat orang yang dengki kepadanya yang mengingkari amal baiknya namun hal ini tidak menghalanginya untuk berbuat baik kepada orang tersebut, karena dia hanya menghendaki dengan perbuatan baiknya wajah Allah dan pahala-Nya. Ia mendengar dan melihat caci makian dan gangguan dari orang-orang jahat yang benci kepada agama Allah dan pemeluknya mengingatkannya apa yang dihadapi para utusan Allah maka ia menyadari bahwa hal ini di jalan Allah maka cintanya kepada Islam dan keteguhannya diatasnya bertambah.
Ia berkerja dengan tangannya di kantor, atau kebun atau toko atau pabrik untuk memberi manfaat kepada kaum muslimin dengan produksinya supaya mendapatkan pahala dari Allah di hari -ia bertemu dengannya- atas niatnya yang benar, dan supaya mendapatkan penghasilan yang baik yang bisa ia gunakan untuk menafkahi diri dan keluarganya dan bershadaqah.
Ia hidup dengan kaya hati, mulia, merasa cukup, mengharap pahala dari Allah ta’ala, karena Allah mencintai orang mukmin yang kuat dan bekerja.
Makan, minum, tidur tanpa berlebih-lebihan sekadar memperkuat diri dengannya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, menggauli istrinya untuk menjaga kehormatannya dan dirinya dari hal yang diharamkan Allah, dan agar melahirkan anak-anak yang beribadah kepada Allah serta mendoakan untuknya disaat masih hidup atau setelah mati maka lestarilah amal shalihnya, dan untuk memperbanyak jumlah kaum muslimin. Dengan tujuan diatas dia mendapatkan pahala dari Allah.
Mensyukuri Allah atas segala nikmat-Nya dengan mempergunakannya untuk ketaatan kepada Allah serta mengakui bahwa semuanya hanya dari Allah semata dengan hal tersebut maka ia mendapatkan pahala dari Allah ta’ala.
Dia mengetahui bahwa apa yang terkadang menimpanya, seperti; kelaparan, ketakutan, sakit dan beberapa musibah, tiada lain hal itu ujian dari Allah agar Dia melihat- dan Dia lebih mengetahui tentang hamba-Nya [1]- kadar kesabarannya, ridhanya dengan takdir Allah Subhanahu wa ta`ala, maka ia sabar, ridha dan memuji Allah dalam segala kondisi dengan mengharap pahala yang Dia sediakan bagi orang-orang sabar, maka musibah tersebut menjadi ringan dan dia dapat menerimanya, seperti orang sakit menerima obat yang pahit karena keinginannya untuk sembuh.
Jika seorang muslim hidup didunia ini sebagaimana Allah perintahkan, dengan ketinggian jiwa dia akan beramal untuk masa depan yang hakiki yang kekal, agar memperoleh kebahagiaan yang abadi yang tidak dikeruhkan oleh keruhnya kehidupan ini dan tidak akan terputus oleh kematian, maka tidak diragukan lagi bahwa dia adalah orang yang bahagia di dunia, bahagia di kehidupan akhir setelah kematian. Allah berfirman:
"Itulah kampung akhirat yang kami berikan buat orang-orang yang tidak menghendaki kesombongan di muka bumi juga tidak menghendaki berbuat kerusakan, dan kesudahan baik bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Qashash: 83).
Allah berfirman:
"Barang siapa yang beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman maka kami akan berikan dia kehidupan yang baik dan benar-benar kami akan balas mereka pahala mereka dengan yang paling baik apa yang mereka kerjakan". (QS. An Nahl: 97).
Pada ayat yang mulia di atas dan ayat semisalnya Allah subhanahu wa ta`ala mengabarkan bahwa Dia membalas laki-laki shalih dan wanita shalihah yang beramal di dunia ini dengan ketaatan kepada Allah dalam rangka mencari ridha-Nya dengan balasan yang segera di kehidupan dunia ini yaitu kehidupan yang baik dan bahagia yang telah kami sebutkan terdahulu, dan balasan dikemudian hari setelah mati, yaitu: kenikmatan surga yang kekal, dalam hal ini Rasul r bersabda:
(( عَجَباً لِلْمُؤْمِنِ أَنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ))
"Sungguh mengherankan orang beriman, segala urusannya baginya baik, jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka adalah baik baginya, dan jika tertimpa kesusahan dia sabar maka adalah baik baginya".
Dengan ini jelas bahwa sungguh hanya dalam Islam saja idiologi yang benar, ukuran yang tepat bagi baik dan buruk, sistem yang lengkap dan adil, dan bahwa segala pendapat dan teori dalam; ilmu jiwa, kemasyarakatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan segala aturan dan sistem manusia harus diluruskan sesuai dengan cahaya Islam, diambil darinya. Dan mustahil akan beruntung apa yang bertentangan dengannya, bahkan sumber kecelakaan orang yang membelakanginya baik di dunia maupun di Akhirat.
[1] Allah menyuruh dan melarang hamba-Nya, padahal Dia mengetahui siapa yang taat dan siapa yang durhaka sebelumnya, akan tetapi untuk menampakkan ilmu-Nya supaya Dia membalas seorang hamba sesuai dengan amalannya, sehingga orang durhaka tidak sanggup berkata,"Rabb telah menzalimiku, karena Dia menyiksaku, padahal aku tidak melakukan dosa, Allah berfirman:
Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang hambapun (QS. Fushshilat: 46 ).
Konsep Islam mengenai ekonomi, perdagangan, produksi, pertanian dan semua yang menjadi kebutuhan manusia, berupa; air, bahan pangan, sarana-sarana umum dan sistem yang memberikan jaminan kelestarian lingkungan kota dan pedesaan. Kebersihan dan penataan lalu lintas. Serta memberantas tindakan penipuan, dusta dan lain-lain. Semua ini telah dijelaskan dalam Islam secara rinci dan lengkap.
Kedua belas: Konsep Islam Dalam Menjelaskan Musuh-Musuh Tersembunyi dan Cara Menghindarinya
Allah ta’ala menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa hamba-Nya yang muslim mempunyai musuh-musuh yang hendak menyeretnya kepada kebinasaan di dunia dan akhirat. Jika ia mematuhi dan mengikutinya.
Maka Allah memperingatkan dari musuhnya dan menjelaskan jalan menyelamatkan diri darinya. Musuh-musuh tersebut adalah;
Pertama: syaitan yang terkutuk, yang mendorong musuh-musuh yang lain dan menggerakkannya melawan manusia. Dialah musuh bapak kita Adam dan ibu kita Hawa yang telah mengeluarkan keduanya dari surga. Dia merupakan musuh abadi bagi keturunan Adam hingga berakhirnya dunia. Ia bekerja keras untuk menjerumuskan mereka kepada kekafiran hingga Allah mengekalkan mereka ke neraka bersama-sama -kita berlindung kepada Allah-. Dan siapa yang tak mampu ia jerumuskan kepada kekafiran maka ia berusaha menjerumuskannya pada berbagai kemaksiatan yang mengakibatkan ia mendapat murka dan siksa Allah.
Syaitan merupakan ruh yang berjalan dalam tubuh manusia pada aliran darah. Syaitan memasukkan bisikan-bisikan ke dalam dada manusia dan dia buat keburukan tampak indah hingga manusia terjerumus dalam kenistaan jika mentaatinya.
Jalan menyelamatkan diri darinya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta’ala, yaitu: seorang muslim jika sedang marah atau tergerak untuk melakukan kemaksiatan supaya mengucapkan :
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Saya berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”
Lalu tidak melampiaskan kemarahannya dan tidak melakukan maksiat. Dan sepatutnya ia menyadari bahwa yang mendorong kepada keburukan yang terlintas dalam dirinya adalah syaitan untuk menjerumuskannya pada kebinasaan, setelah itu syaitan berlepas diri darinya.
Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS.Fathir: 6).
Musuh kedua: Hawa nafsu. Dari hawa nafsu inilah terkadang manusia merasakan keinginan untuk menolak kebenaran dan meninggalkannya jika ada orang yang menjelaskan kepadanya. Demikian pula keinginan untuk menolak hukum Allah ta’ala karena berseberangan dengan keinginannya.
Berangkat dari hawa nafsu inilah perasaan lebih didahulukan daripada kebenaran dan keadilan. Jalan menyelamatkan diri dari musuh ini adalah seorang hamba hendaknya memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari mengikuti hawa nafsu dan jangan memenuhi dorongan hawa nafsunya sehingga tidak sampai ia ikuti. Namun ia mengatakan yang benar dan menerimanya sekalipun itu pahit dan memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan.
Musuh ketiga: nafsu yang menyuruh kepada keburukan. Diantara suruhannya berbuat buruk apa yang dirasakan seseorang dalam dirinya, berupa; keinginan untuk melakukan syahwat yang diharamkan seperti zina, minum khamer, berbuka pada bulan ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan syariat dan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah selain itu. Jalan menyelamatkan dari musuh ini adalah seorang hamba hendaknya memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari kejahatan dirinya dan dari syaitan, sabar menahan diri untuk tidak mengikuti syahwat yang diharamkan karena mencari ridha Allah sebagaimana ia sabar menahan dirinya dari makan atau minum yang sangat ia sukai namun makanan tersebut membahayakan dirinya sekiranya ia makan atau minum. Ia mengingat-ingat bahwa syahwat yang diharamkan ini cepat lenyap yang akibatnya penyesalan panjang.
Musuh keempat: syaitan berwujud manusia. Mereka adalah para pelaku kemaksiatan dari anak-cucu Adam yang telah dipermainkan syaitan. Jadilah mereka mengerjakan kemungkaran dan membuatnya nampak indah dihadapan orang yang bergaul dengan mereka. Jalan menyelamatkan dari musuh ini adalah waspada darinya, menjauhkan diri dan tidak bergaul dengannya.
Ketiga belas: Konsep Islam Tentang Idealis dan Hidup Bahagia
Sasaran tinggi yang Allah ta’ala arahkan kepada hamba-hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya bukanlah kehidupan dunia dan segala yang menggiurkan didalamnya yang fana. Namun sasaran tinggi tersebut adalah persiapan untuk masa depan yang hakiki dan abadi. Yaitu kehidupan akhirat setelah mati. Sehingga seorang muslim yang benar akan bekerja dalam kehidupan ini dengan anggapan dunia hanyalah sekedar sarana menuju kehidupan akhirat dan bukannya sebagai tujuan akhir.
Ia mengingat-ingat firman Allah ta’ala:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.Adz Dzariat : 56).
Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esuk hari (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 18-20).
Allah ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al Zalzalah : 7-8).
Seorang muslim yang benar akan mengingat-ingat ayat-ayat yang agung ini dan firman Allah lainnya yang diarahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya sebagai tujuan Allah menciptakan mereka dan masa depan yang sedang menanti-nanti mereka tanpa ada keraguan.
Sehingga ia akan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa depan yang hakiki nan abadi itu dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata dan mengerjakan amal yang membuat Allah ridha dengan penuh harap akan ridha Allah kepadanya dan dimuliakan di kehidupan ini dengan ketaatan kepada-Nya dan setelah mati dengan memasukkannya ke dalam surga-Nya.
Sehingga Allah memuliakannya dalam kehidupan ini dengan mengaruniakannya kehidupan yang baik. Ia hidup dalam perlindungan dan penjagaan Allah. Memandang dengan cahaya Allah. Menunaikan berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada-Nya. Sehingga ia dapat merasakan kelezatan munajat kepada Allah ta’ala dan ia berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisannya lalu hatinyapun merasakan ketenangan dengan itu.
Ia bersikap baik kepada manusia dengan ucapan dan perbuatannya. Sehingga iapun mendengar dari orang-orang baik pengakuan akan kebaikannya, doa untuk dirinya yang menggembirakan dan melegakan dadanya.
Ia melihat orang yang dengki kepadanya yang mengingkari amal baiknya namun hal ini tidak menghalanginya untuk berbuat baik kepada orang tersebut, karena dia hanya menghendaki dengan perbuatan baiknya wajah Allah dan pahala-Nya. Ia mendengar dan melihat caci makian dan gangguan dari orang-orang jahat yang benci kepada agama Allah dan pemeluknya mengingatkannya apa yang dihadapi para utusan Allah maka ia menyadari bahwa hal ini di jalan Allah maka cintanya kepada Islam dan keteguhannya diatasnya bertambah.
Ia berkerja dengan tangannya di kantor, atau kebun atau toko atau pabrik untuk memberi manfaat kepada kaum muslimin dengan produksinya supaya mendapatkan pahala dari Allah di hari -ia bertemu dengannya- atas niatnya yang benar, dan supaya mendapatkan penghasilan yang baik yang bisa ia gunakan untuk menafkahi diri dan keluarganya dan bershadaqah.
Ia hidup dengan kaya hati, mulia, merasa cukup, mengharap pahala dari Allah ta’ala, karena Allah mencintai orang mukmin yang kuat dan bekerja.
Makan, minum, tidur tanpa berlebih-lebihan sekadar memperkuat diri dengannya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, menggauli istrinya untuk menjaga kehormatannya dan dirinya dari hal yang diharamkan Allah, dan agar melahirkan anak-anak yang beribadah kepada Allah serta mendoakan untuknya disaat masih hidup atau setelah mati maka lestarilah amal shalihnya, dan untuk memperbanyak jumlah kaum muslimin. Dengan tujuan diatas dia mendapatkan pahala dari Allah.
Mensyukuri Allah atas segala nikmat-Nya dengan mempergunakannya untuk ketaatan kepada Allah serta mengakui bahwa semuanya hanya dari Allah semata dengan hal tersebut maka ia mendapatkan pahala dari Allah ta’ala.
Dia mengetahui bahwa apa yang terkadang menimpanya, seperti; kelaparan, ketakutan, sakit dan beberapa musibah, tiada lain hal itu ujian dari Allah agar Dia melihat- dan Dia lebih mengetahui tentang hamba-Nya [1]- kadar kesabarannya, ridhanya dengan takdir Allah Subhanahu wa ta`ala, maka ia sabar, ridha dan memuji Allah dalam segala kondisi dengan mengharap pahala yang Dia sediakan bagi orang-orang sabar, maka musibah tersebut menjadi ringan dan dia dapat menerimanya, seperti orang sakit menerima obat yang pahit karena keinginannya untuk sembuh.
Jika seorang muslim hidup didunia ini sebagaimana Allah perintahkan, dengan ketinggian jiwa dia akan beramal untuk masa depan yang hakiki yang kekal, agar memperoleh kebahagiaan yang abadi yang tidak dikeruhkan oleh keruhnya kehidupan ini dan tidak akan terputus oleh kematian, maka tidak diragukan lagi bahwa dia adalah orang yang bahagia di dunia, bahagia di kehidupan akhir setelah kematian. Allah berfirman:
"Itulah kampung akhirat yang kami berikan buat orang-orang yang tidak menghendaki kesombongan di muka bumi juga tidak menghendaki berbuat kerusakan, dan kesudahan baik bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Qashash: 83).
Allah berfirman:
"Barang siapa yang beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman maka kami akan berikan dia kehidupan yang baik dan benar-benar kami akan balas mereka pahala mereka dengan yang paling baik apa yang mereka kerjakan". (QS. An Nahl: 97).
Pada ayat yang mulia di atas dan ayat semisalnya Allah subhanahu wa ta`ala mengabarkan bahwa Dia membalas laki-laki shalih dan wanita shalihah yang beramal di dunia ini dengan ketaatan kepada Allah dalam rangka mencari ridha-Nya dengan balasan yang segera di kehidupan dunia ini yaitu kehidupan yang baik dan bahagia yang telah kami sebutkan terdahulu, dan balasan dikemudian hari setelah mati, yaitu: kenikmatan surga yang kekal, dalam hal ini Rasul r bersabda:
(( عَجَباً لِلْمُؤْمِنِ أَنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ))
"Sungguh mengherankan orang beriman, segala urusannya baginya baik, jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka adalah baik baginya, dan jika tertimpa kesusahan dia sabar maka adalah baik baginya".
Dengan ini jelas bahwa sungguh hanya dalam Islam saja idiologi yang benar, ukuran yang tepat bagi baik dan buruk, sistem yang lengkap dan adil, dan bahwa segala pendapat dan teori dalam; ilmu jiwa, kemasyarakatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan segala aturan dan sistem manusia harus diluruskan sesuai dengan cahaya Islam, diambil darinya. Dan mustahil akan beruntung apa yang bertentangan dengannya, bahkan sumber kecelakaan orang yang membelakanginya baik di dunia maupun di Akhirat.
[1] Allah menyuruh dan melarang hamba-Nya, padahal Dia mengetahui siapa yang taat dan siapa yang durhaka sebelumnya, akan tetapi untuk menampakkan ilmu-Nya supaya Dia membalas seorang hamba sesuai dengan amalannya, sehingga orang durhaka tidak sanggup berkata,"Rabb telah menzalimiku, karena Dia menyiksaku, padahal aku tidak melakukan dosa, Allah berfirman:
Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang hambapun (QS. Fushshilat: 46 ).