1. Articles
  2. DIINUL-HAQ
  3. Ketiga belas: Konsep Islam Tentang Idealis dan Hidup Bahagia

Ketiga belas: Konsep Islam Tentang Idealis dan Hidup Bahagia

Under category : DIINUL-HAQ
6298 2013/11/14 2024/12/17

  Sasaran tinggi yang Allah ta’ala arahkan kepada hamba-hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya bukanlah kehidupan dunia dan segala yang menggiurkan didalamnya yang fana. Namun sasaran tinggi tersebut adalah persiapan untuk masa depan yang hakiki dan abadi. Yaitu kehidupan akhirat setelah mati. Sehingga seorang muslim yang benar akan bekerja dalam kehidupan ini dengan anggapan dunia hanyalah sekedar sarana menuju kehidupan akhirat dan bukannya sebagai tujuan akhir.

Ia mengingat-ingat firman Allah ta’ala:

 

 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.Adz Dzariat : 56).

Allah ta’ala berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esuk hari (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 18-20).

Allah ta’ala berfirman:

 

 “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al Zalzalah : 7-8).

   Seorang muslim yang benar akan mengingat-ingat ayat-ayat yang agung ini dan firman Allah lainnya yang diarahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya sebagai tujuan Allah menciptakan mereka dan masa depan yang sedang menanti-nanti mereka tanpa ada keraguan.

Sehingga ia akan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa depan yang hakiki nan abadi itu dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata dan mengerjakan amal yang membuat Allah ridha dengan penuh harap akan ridha Allah kepadanya dan dimuliakan di kehidupan ini dengan ketaatan kepada-Nya dan setelah mati dengan memasukkannya ke dalam surga-Nya.

Sehingga Allah memuliakannya dalam kehidupan ini dengan mengaruniakannya kehidupan yang baik. Ia hidup dalam perlindungan dan penjagaan Allah. Memandang dengan cahaya Allah. Menunaikan berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada-Nya. Sehingga ia dapat merasakan kelezatan munajat kepada Allah ta’ala dan ia berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisannya lalu hatinyapun merasakan ketenangan dengan itu.

Ia bersikap baik kepada manusia dengan ucapan dan perbuatannya. Sehingga iapun mendengar dari orang-orang baik pengakuan akan kebaikannya, doa untuk dirinya yang menggembirakan dan melegakan dadanya.

Ia melihat orang yang dengki kepadanya yang mengingkari amal baiknya namun hal ini tidak menghalanginya untuk berbuat baik kepada orang tersebut, karena dia hanya menghendaki dengan perbuatan baiknya wajah Allah dan pahala-Nya. Ia mendengar dan melihat caci makian dan gangguan dari orang-orang jahat yang benci kepada agama Allah dan pemeluknya mengingatkannya apa yang dihadapi para utusan Allah maka ia menyadari bahwa hal ini di jalan Allah maka cintanya kepada Islam dan keteguhannya diatasnya bertambah.

Ia berkerja dengan tangannya di kantor, atau kebun atau toko  atau pabrik untuk memberi manfaat kepada kaum muslimin dengan produksinya supaya mendapatkan pahala dari Allah di hari -ia bertemu dengannya- atas niatnya yang benar, dan supaya mendapatkan penghasilan yang baik yang bisa ia gunakan untuk menafkahi diri dan keluarganya dan bershadaqah.

Ia hidup dengan kaya hati, mulia, merasa cukup, mengharap pahala dari Allah ta’ala, karena Allah mencintai  orang mukmin yang kuat dan bekerja.

Makan, minum, tidur tanpa berlebih-lebihan sekadar memperkuat diri dengannya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, menggauli istrinya untuk menjaga kehormatannya dan dirinya dari hal yang diharamkan Allah, dan agar melahirkan anak-anak yang beribadah kepada Allah serta mendoakan untuknya disaat masih hidup atau setelah mati maka lestarilah amal shalihnya, dan untuk memperbanyak jumlah kaum muslimin. Dengan tujuan diatas dia mendapatkan pahala dari Allah.

Mensyukuri Allah atas segala nikmat-Nya dengan mempergunakannya untuk ketaatan kepada Allah serta mengakui bahwa semuanya hanya dari Allah semata dengan hal tersebut maka ia mendapatkan  pahala dari Allah ta’ala.

Dia mengetahui bahwa apa yang terkadang menimpanya, seperti; kelaparan, ketakutan, sakit dan beberapa musibah, tiada lain hal itu ujian dari Allah agar Dia melihat- dan Dia lebih mengetahui tentang hamba-Nya [1]- kadar kesabarannya, ridhanya dengan takdir Allah Subhanahu wa ta`ala, maka ia sabar, ridha dan memuji Allah dalam segala kondisi dengan mengharap pahala yang Dia sediakan bagi orang-orang sabar, maka musibah tersebut menjadi ringan dan dia dapat menerimanya, seperti orang sakit menerima obat yang pahit karena keinginannya untuk sembuh.

Jika seorang muslim hidup didunia ini sebagaimana Allah perintahkan, dengan ketinggian jiwa dia akan beramal untuk masa depan yang hakiki yang kekal, agar memperoleh kebahagiaan yang abadi yang tidak dikeruhkan oleh keruhnya kehidupan ini dan tidak akan terputus oleh kematian, maka tidak diragukan lagi bahwa dia adalah orang yang bahagia di dunia, bahagia di kehidupan akhir setelah kematian. Allah berfirman:

 

"Itulah kampung akhirat yang kami berikan buat orang-orang yang tidak menghendaki kesombongan di muka bumi juga tidak menghendaki berbuat kerusakan, dan kesudahan baik bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Qashash: 83).

Allah berfirman:

 

"Barang siapa yang beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman maka kami akan berikan dia kehidupan yang baik dan benar-benar kami akan balas mereka pahala mereka dengan yang paling baik apa yang mereka kerjakan". (QS. An Nahl: 97).

Pada ayat yang mulia di atas dan ayat semisalnya Allah subhanahu wa ta`ala mengabarkan bahwa Dia membalas laki-laki shalih dan wanita shalihah yang beramal di dunia ini dengan ketaatan kepada Allah dalam rangka mencari ridha-Nya dengan balasan yang segera di kehidupan dunia ini  yaitu kehidupan yang baik dan bahagia yang telah kami sebutkan terdahulu, dan balasan dikemudian hari setelah mati, yaitu: kenikmatan surga yang kekal, dalam hal ini Rasul r bersabda:

(( عَجَباً لِلْمُؤْمِنِ أَنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ))     

"Sungguh mengherankan orang beriman, segala urusannya baginya baik, jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka adalah baik baginya, dan jika tertimpa kesusahan dia sabar maka adalah baik baginya".

Dengan ini jelas bahwa sungguh hanya dalam Islam saja idiologi yang benar, ukuran yang tepat bagi baik dan buruk, sistem yang lengkap dan adil, dan bahwa segala pendapat dan teori dalam; ilmu jiwa, kemasyarakatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan segala aturan dan sistem manusia harus diluruskan sesuai dengan cahaya Islam, diambil darinya. Dan  mustahil akan beruntung apa yang bertentangan dengannya, bahkan sumber kecelakaan orang yang membelakanginya baik di dunia maupun di Akhirat.

 



[1] Allah menyuruh dan melarang hamba-Nya, padahal Dia mengetahui siapa yang taat dan siapa yang durhaka sebelumnya, akan tetapi untuk menampakkan ilmu-Nya supaya Dia membalas seorang hamba sesuai dengan amalannya, sehingga orang durhaka tidak sanggup berkata,"Rabb telah menzalimiku, karena Dia menyiksaku, padahal aku tidak melakukan dosa, Allah berfirman:

 

    Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang hambapun (QS. Fushshilat: 46 ).

 

Previous article Next article
Website Muhammad Rasulullah saw.It's a beautiful day