1. Articles
  2. Kesyirikan Pada Kaumnya Nabi Musa alaihissalam
  3. Pertama: Syirik Juhud dan Ta'thil

Pertama: Syirik Juhud dan Ta'thil

4541 2014/09/11 2024/11/17

Dan telah lewat pemaparan dalil yang membuktikan kalau Fir'aun memang mendustakan keberadaan sang pencipta. Akan tetapi, bagaimana cara menghukumi kalau bentuk pengingkarannya tersebut termasuk kesyirikan?


  Berkata Syaikhul Islam memberikan jawaban atas pertanyaan yang mengganjal tersebut, beliau menerangkan, "Jika ada yang bertanya bagaimana kaumnya Fir'aun dihukumi musyrikin sedangkan Allah mengabarkan pada kita tentang Fir'aun kalau dirinya hanya sekedar mendustakan Allah. dan kesyirikan tidak mungkin terjadi melainkan dari seseorang yang telah mengakui keberadaan Allah ta'ala, bila tidak, maka seseorang yang mendustakan Allah tidak bisa dihukumi sebagai musyrik.


  Dikatakan oleh para ulama memberi jawaban atas pertanyaan diatas, 'Allah azza wa jalla belum pernah mengabarkan tentang adanya orang yang mendustakan adanya pencipta melainkan ketika menjelaskan tentang Fir'aun yang ada pada zamannya nabi Musa 'alaihi sallam.

         Adapun Fir'aun sendiri didalam hati sanubarinya mengakui adanya sang pencipta, hanya saya dirinya sombong sebagaimana perilaku iblis, karena kesombongannya inilah Fir'aun mendustkan adanya sang pencipta. Maka orang yang sombong berubah hukumnya menjadi musyrik, dengan kemungkinan adakalanya beribadah kepada selain Allah, dengan kesombongannya untuk mau beribadah kepada Allah semata, akan tetapi, penamaan syirik ini setara dengan bentuk ketidak mauannya, bersamaan dengan kesombongannya untuk mau mengikhlaskan agama hanya untuk Allah ta'ala. Hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:

 

﴿ إِنَّهُمۡ كَانُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ يَسۡتَكۡبِرُونَ ٣٥ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوٓاْ ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٖ مَّجۡنُونِۢ ٣٦ ﴾ [ الصفات: 35-36 ]

 

"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?".  (QS ash-Shaffaat: 35-26).

 

         Sehingga mereka termasuk orang yang menyombongkan diri lagi berbuat kesyirikan. Dan kesombongan mereka berada pada ketidakmuan untuk mengikhlaskan agama hanya untuk Allah. maka orang yang sombong dengan tidak mau mengakui keberadaan Allah secara terang-terangan –semacam Fir'aun- tingkatannya lebih kufur daripada mereka. Dan Iblis yang menyuruh (manusia) untuk melakukan itu semua dan sangat mengandrunginya, serta sombong, enggan untuk beribadah kepada Allah dan tidak mau mentaatiNya, kedudukannya lebih kufur dari pada orang-orang tersebut. Walaupun Iblis mengakui tentang wujudnya Allah azza wa jalla dan keagunganNya, sebagaimana halnya Fir'aun dimana dirinya juga mengakui adanya sang pecipta".[1]

 

         Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan, 'Dosa yang paling besar ialah mendustakan adanya pencipta, kesyirikan, meletakan dirinya pada posisi sekutu atau tandingan Allah, atau menganggap dirinya sebagai tuhan selain Allah, dan dua perkara terakhir ini betul-betul pernah terjadi. Yaitu manakala Fir'aun mengajak kaumnya untuk menyembah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan selain Allah azza wa jalla.


         Begitu pula Iblis yang mengajak pengikutnya untuk menyembah serta mentaati perintahnya dari pada mentaati Allah, iblis menginginkan agar disembah dan ditaati, dan jangan menyembah Allah, tidak pula mentaatiNya. Apa yang dilakukan oleh Iblis dan Fir'aun merupakan kedzaliman dan kebodohan yang sudah sampai pada puncaknya".[2]


   Dalam tajuk yang lain beliau juga menerangkan, "Bahkan hasil penelitian mendalam (terhadap nushus) membuktikan bahwa setiap kali ada orang yang kesombongannya semakin besar, dengan enggan beribadah kepada Allah maka dirinya terjatuh dalam kesyirikan yang lebih besar. Sebab, setiap kali dirinya sombong dengan tidak mau beribadah kepada Allah maka semakin besar pula kebutuhan dan hajatnya kepada apa yang menjadi keinginan yang dicintainya, yang merupakan tujuan inti yaitu tujuan hati, sehingga dirinya tergolong musyrik dari sisi kejauhaannya dari hal tersebut".[3]


          Adapun Imam Ibnu Qoyim maka beliau menjelaskan, "Kesyirikan ada dua macam, yang pertama kesyirikan dalam bentuk ta'thil (peniadaan), dan kesyirikan ini merupakan jenis kesyirikan yang paling jelek lagi buruk, seperti kesyirikannya Fir'aun yang mengatakan; "Siapa Tuhan semesta alam itu?.


Begitu juga ucapannya kepada Haman yang dinukil oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:

 

﴿ وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰهَٰمَٰنُ ٱبۡنِ لِي صَرۡحٗا لَّعَلِّيٓ أَبۡلُغُ ٱلۡأَسۡبَٰبَ ٣٦ أَسۡبَٰبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ كَٰذِبٗاۚ ٣٧﴾ [ غافر: 36-37 ]

 

"Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta".  (QS Ghaafir: 36-37).

 

        Kesyirikan dan ta'thil adalah dua perkara yang sangat erat kaitannya, karena setiap musyrik pasti mu'athil (meniadakan), begitu juga sebaliknya setiap mu'athil pasti musyrik. Akan tetapi, kesyirikan tidak melazimkan adanya pokok ta'thil, tapi, bisa jadi orang yang berbuat kesyirikan masih mengakui keberadaan Allah ta'ala dan sifat-sifatNya, hanya saja, dirinya meniadakan hak pengesaan kepada Allah.

       Sedangkan pondasi kesyirikan serta kaidah yang kembali semua permasalahan padanya ialah melakukan ta'thil".[4]

       Imam ar-Razi juga menjelaskan, "Yang paling dekat dalam perkara ini ialah kalau Fir'aun penganut paham Dahriyah yang mengingkari adanya pencipta".[5]

 

 

        Maka dengan penjelasan ini semua menetapkan kalau Fir'aun adalah seorang yang musyrik. Dan kesyirikan yang dia lakukan mencakup menta'thil keberadaan pencipta, sombong dan mengklaim punya hak rububiyah pada dirinya. Sehingga makna yang benar yang di inginkan dalam firman Allah ta'ala, menukil ucapan Fir'aun, yang artinya;  "Siapa Tuhan semesta alam itu?. Ialah keinginan Fir'aun untuk memiliki sifat sebagaimana sifat Tuhan semesta alam yang dikemukan oleh nabi Musa 'alaihi sallam. Seakan-akan dirinya menegaskan, "Siapa orangnya yang kamu klaim sebagai Tuhan semesta alam selain diriku itu?

       Dan al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan, "Demikian tafsir yang diberikan oleh para ulama salaf dan para ulama khalaf, hingga as-Sudi menyatakan, "Ayat ini seperti firman Allah ta'ala:

 

﴿ قَالَ فَمَن رَّبُّكُمَا يَٰمُوسَىٰ ٤٩ قَالَ رَبُّنَا ٱلَّذِيٓ أَعۡطَىٰ كُلَّ شَيۡءٍ خَلۡقَهُۥ ثُمَّ هَدَىٰ ٥٠ ﴾ [ طه: 49-50 ]

 

"Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa? Musa berkata: "Tuhan kami ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk".  (QS Thahaa: 49-50).

 

 

         Seperti yang diklaim oleh ahli mantik dan yang sepaham dengannya[6], bahwa pertanyaan ini hanya ingin mengetahui unsur dzatnya Allah, maka ini pemahaman yang keliru, sebab Fir'aun dari awalnya tidak mengakui adanya pencipta lantas bagaimana mungkin ia bertanya tentang unsur dzatnya. Tapi,  sebagaimana yang nampak kalau dirinya mengingkari Allah secara menyeluruh, walaupun bukti, hujah dan petunjuk telah ditegakkan kepada dirinya".[7]


 Dalam sanggahan kepada orang yang menyatakan kalau pertanyaan Fir'aun berkaitan dengan unsur dzatnya Allah lalu nabi Musa 'alaihi sallam justru memberikan jawaban yang keluar dari tema soal yang diajukan, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, sebagaimana ucapan senada juga dikatakan oleh ar-Razi, "Ada sebagian orang yang menyangka kalau pertanyaan Fir'aun adalah pertanyaan yang ingin mengetahui, sehingga tujuan dia bertanya ialah untuk mengetahui hakekat Allah, adapun yang dipertanyakan, manakala tidak memiliki hakekat maka nabi Musa 'alaihi sallam kesulitan untuk memberikan jawabannya.


 Jelas pemahaman semacam ini adalah keliru. Karena yang benar dari makna pertanyaan tersebut ialah pertanyaan pengingkaran serta mendustakan. Sebagaimana didukung oleh banyak ayat didalam al-Qur'an yang menerangkan kalau Fir'aun adalah orang yang mendustakan Allah dan menafikan keberadaanNya, tidak mau menetapkan wujudNya, serta meminta untuk diberi tahu tentang hakekatNya. Oleh karena itu, nabi Musa 'alaihi sallam menjelaskan pada mereka kalau Allah itu mudah dikenali, sebab ayat-ayatNya, bukti rububiyahNya sangat gamblang, yang menjelaskan tentang keberadaanNya dari pada hanya sekedar menanyakan tentang hakekatNya.


        Tentunya pertanyaan semacam ini datang dari seseorang yang jahil, sebab Allah ta'ala lebih nampak, jelas, dan mudah dikenali daripada orang yang tidak mengenaliNya, bahkan, pemahaman seorang hamba kepada Allah sudah menancap dalam fitrahnya sebagai bukti yang sangat gamblang dan nyata dari pada pengenalan kepada selainNya".[8]


       Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan, "Ada sebagian orang yang mengira bahwa pertanyaan Fir'aun, seperti dinukil oleh Allah didalam firmanNya, yang artinya, "Siapa Tuhan semesta alam itu?. Adalah pertanyaan tentang hakekat Allah. Yang tidak berbeda dengan pertanyaan tentang batasan suatu benda, seperti halnya pertanyaan, 'Siapakah manusia itu? Siapakah malaikat itu? Siapakah jin itu? Dan pertanyaan yang serupa.


         Mereka menegaskan, "Maka tatkala yang dipertanyakan tidak mempunyai hakekat maka nabi Musa 'alaihi sallam berpaling dari jawaban dengan memberi penjelasan pada sesuatu yang mudah dikenali yaitu ucapannya, seperti direkam oleh Allah dalam firmanNya, yang artinya, "Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu)".


          Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama mutakhirin. Dan pendapat ini adalah pendapat yang batil, sebab Fir'aun bertanya dengan pertanyaan yang bernada pengingkaran dan mendustakan, dirinya tidak bermaksud untuk menanyakan tentang hakekat Allah dan menetapkan keberadaanNya, tapi, dirinya bertanya dengan nada mengingkari dan mendustakan, oleh karena itu, dalam kelanjutan pembicaraanya ia mengatakan, seperti Allah nukil didalam firmanNya:

 

﴿ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ ٢٩ ﴾ [ الشعراء: 29 ]

 

"Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan". (QS asy-Syu'araa: 29).

 

          Dan mengatakan,

 

﴿ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣٨  ﴾ [ القصص: 38 ]

 

"Dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta". (QS al-Qashash: 38).

 

        Dari nadanya diketahui kalau isi pertanyaannya ialah pertanyaan mengingkari dan mendustakan, seolah dia mengatakan, "Tidak ada bagi semesta alam ini Tuhan yang mengutusmu, siapa yang mengutusmu ini? Sebagai pengingkaran terhadap Tuhan yang hakiki.

         Lalu nabi Musa 'alaihi sallam menjelaskan padanya dan para jamaah yang hadir, kalau Tuhan tersebut semua telah mengenalinya, karena sesungguhnya ayat-ayatNya begitu nampak jelas dihadapan mata tidak mungkin bisa didustakan, dan kalian hanya mampu mendustakan dalam bibir tapi mengakui keberadaanNya didalam hati kalian.


         Dan Fir'aun tidak bertanya dengan nada, 'Siapa Tuhan semesta alam? Sebab huruf  'من' digunakan untuk pertanyaan jenis orangnya, yang dipertanyakan oleh orang yang telah mengetahui lebih dulu orang yang dipertanyakan sebelumnya, semisal seorang ulama yang terkadang ragu dengan orangnya, sebagaimana dikatakan kepada seorang utusan yang telah diketahui datang dari sisi orang banyak, tapi ditanyakan, siapa yang mengutusmu? 


         Adapun penggunaan huruf 'ما' seperti dalam ayat, maka digunakan untuk menanyakan tentang sifat, seperti ditanyakan, sesuatu apakah dia? Seperti apakah yang engkau namakan dengan Tuhan semesta alam?


        Dan Fir'aun mengatakan hal tersebut sebagai bentuk pengingkaran kepada Allah, sehingga tatkala dirinya bertanya dengan nada mengingkari maka nabi Musa 'alaihi sallam menjawab kalau Tuhan tersebut sangat mudah untuk dikenali dan tidak mungkin di ingkari, lebih nampak daripada meragukan serta diragukannya, beliau menjawab, sebagaimana dinukil oleh Allah didalam firmanNya:

 

﴿ قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ ٢٤  ﴾ [ الشعراء: 24 ]

 

"Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya".  (QS asy-Syu'araa: 24).[9]

 

         Beliau juga mengatakan, "Adapun Fir'aun maka dirinya mengingkari adanya sifat yang dimiliki oleh sebuah nama, dirinya bertanya dengan menggunakan huruf 'ما' karena dirinya tidak mau mengakui keberadaan Allah dan punya tujuan agar orang lain mau menggantikan posisiNya untuk disembah"[10]. Kesimpulannya bahwa Fir'aun melakukan kesyirikan dari sisi pengingkaran dan kesombonganya.



[1] . Majmu Fatawa 7/629-630 oleh Ibnu Taimiyah. Dengan sedikit pengubahan.

[2] . Majmu Fatawa 14/222-223 oleh Ibnu Taimiyah

[3] . Majmu Fatawa 10/197-198 oleh Ibnu Taimiyah

[4] . Jawabul Kaafi Liman Sa'ala an Dawa'i Syaafi hal: 310 oleh Ibnu Qoyim.

[5] . Tafsir Mafatihul Ghaib 14/220 dan 24/128 oleh Fakhrurazi.

[6] . Lihat penafsiran batil ini secara luas dalam kitab Tafsir Mafatihul Ghaib 24/127-129 oleh Fakhrurazi.

[7] . Tafsir Ibnu Katsir 3/332.

[8] . Dar'u Ta'arudh al-'aql wa Naql 9/43 oleh Ibnu Taimiyah. Syarh Aqidah Thahawiyah 1/28 oleh Ibnu Abil Izzi.

[9] . Majmu Fatawa 16/334-335.

[10] . Ibid 16/597.

Previous article Next article
Website Muhammad Rasulullah saw.It's a beautiful day