Search
Memperhatikan kehidupan dunia ini
Di karenakan siapa yang biasa memperhatikan keadaan dunia ini maka ia akan mendapati bahwa dunia tidaklah selalu menyenangkan bahkan kesenangannya hanya bersifat sementara. ketika seseorang dalam kejayaannya dan dalam kegembiraan serta kesenangan tiba-tiba bencana menyerang atasnya, jadilah kelapangan berganti kesempitan, Serta menjadi miskin setelah kaya, Dan menjadi terhina setelah sebelumnya terhormat. Dan kadang kala kematian mendatanginya, Maka ia keluar dari dunia ini dalam keadaan memiliki banyak tanggungan, Kemudian disandarkan ketanah, Dan ia pun meningalkan tempat asalnya. Termasuk kejelekan dunia adalah terlalu banyak kefanaan, Keadaan akan terus berganti, Maka itu sebagai dalil yang sangat terang yang menunjukkan bahwa dunia ini akan selesai dan hilang yang hanya meninggalkan bekas, sebagaimana silih berganti antara orang yang sehat dan sakit, di dunia juga bisa kita saksikan yang tadinya ada lalu dengan berlalunya waktu menjadi tidak ada kembali, seorang pemuda seiring dengan perjalanan waktu akan menjadi tua sehingga kepikunan pun mulai nampak pada dirinya, segala macam kenikmatan berubah menjadi bala dan malapetaka, adanya kehidupan yang di ikuti dengan kematian, adanya gedung-gedung yang megah yang seiring dengan waktu menjadi rusak dan hancur berantakan, adanya perkumpulan di kalangan manusia namun di akhiri dengan perpecahan.
Hindun binti Nu'man mengatakan: "Sungguh kami telah menyaksikan bagaimana kami adalah orang-orang yang paling mulia diantara mereka, orang yang paling banyak memiliki kekuasaan, kemudian (dengan perjalanan waktu) tidak lah kami melihat kecuali sebagai orang-orang yang paling sedikit (hartanya)…sehingga ada salah seorang laki-laki yang menanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi, maka ia menjawab: "Tidaklah ada pada pagi hari (suatu hari) kecuali (kami adalah orang yang mulia) sehingga tidak ada seorang arab pun kecuali mereka berharap (kepada kami) supaya mengasihinya, namun di kala senja tiba (tidaklah lama) tidak ada seorang arab pun kecuali kami yang berharap supaya mereka mau mengasihi kami".[1]
Lihat dalam kisah di atas bagaimana keadaanya mereka ketika berada di pagi hari!! Lalu ketika pada sore harinya keadaanya pun telah berubah!! Sesungguhnya dalam kisah di atas ada sebuah pelajaran yang bisa kita petik, namun masih adakah orang-orang yang mau mengambil pelajaran?.
Pada suatu pagi masuklah Ubadah ummu Ja'far al-Burmuki kepada sekelompok orang pada hari raya iedul adha dengan memohon kepada mereka (agar ada) di antara mereka yang mau memberi (baju) hangat (walau) dari kulit kambing. Maka mereka menanyakan hal itu (bagaimana mungkin) sedangkan ia di penuhi dengan kenikmatan. Lantas ia pun menjawab: "Sungguh beginilah keadaanku sekarang ini (tidak ada yang aku tutup-tutupi) walaupun saya di kelilingi oleh harta yang melimpah". Dan saya katakan: "sesungguhnya anak saya Ja'far telah berbuat durhaka kepadaku".
Inilah keadaanya pada salah satu hari raya!namun pada hari raya berikutnya maka keadaanya pun berubah, sekarang justru orang-orang yang banyak meminta kepadanya kulit (untuk di jadikan baju hangat).
Ada sebagian orang sholeh mengatakan: "Pada suatu pagi hari saya melewati sebuah rumah di negeri kufah, lalu saya mendengar dari dalam rumah tersebut (ada) seorang budak wanita yang menyenandungkan bait syair:
ألا يا دار لا يدخلك حزن
ولا يذهب بساكنك الزمان
Wahai rumah jangan sampai engkau dimasuki kesedihan
Jangan pula engkau pergi bersama waktu
Kemudia pada suatu ketika saya melewati kembali rumah tersebut, namun yang saya dapati rumah itu pintunya telah tertutup rapat, maka saya bertanya: "Ada apa gerangan mereka? Maka ada yang menjawab: "Sungguh telah meninggal pemilik rumah itu".
Lalu saya pun mendatangi pintu dan berdiri di depannya, lantas mengetuknya seraya mengatakan: "Sesungguhnya saya mendangar dari rumah ini suara seorang budak wanita yang bersenandung:
ألا يا دار لا يدخلك حزن
ولا يذهب بساكنك الزمان
Wahai rumah janganlah engkau masuki kesedihan
Jangan pula engkau pergi bersama waktu
Maka terdengar suara tangisan seorang perempuan sambil mengatakan: "Wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah Ta'ala telah merubah keadaan (kami) sedangkan Dia adalah Maha yang tidak mungkin di rubah (meninggal.pent), dan kematian adalah akhir dari perjalanan kehidupan seseorang". Saya pun berlalau, demi Allah tidaklah saya kembali kecuali sambil menangis".[2]
Dalam sebuah atsar yang bersumber dari salah seorang sahabat mulia Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoinya mengatakan: "Pernah saya di utus oleh Abu Bakar Shidiq untuk meminta (upeti) kepada salah satu kabilah di negeri yaman. Dan pada suatu hari dalam perjalanan kami, manakala kami melewati sebuah kampung yang sangat mengagumkan bangunanya, sehingga ada salah seorang di antara kami yang berkata: "Kalau sekiranya kita singgah sejenak di dalamnya". Kami pun masuk ke kampung tersebut, sungguh kota yang mengagumkan dan sangat indah, istana yang megah berwarna putih dengan di penuhi pengawal tua dan muda. Lalu kami mendengar ada salah seorang budak wanita yang bersenandung yang di iringi dengan suaru rebana bait syair:
معشر الحساد موتوا كمدًا
كذا نكون ما بقينا أبدًا
Duhai orang yang hasad matilah engkau karena iri
Inilah keadaan kami untuk sepanjang hidup kami
Dan di dapati ada tempat yang di khususkan untuk air, pelana yang panjang yang di penuhi dengan unta, kuda, sapi, kambing. Istana di pagari dengan tembok yang megah, maka saya berkata kepada teman-teman yang bersama saya: "Kalau sekiranya kita tambatkan sejenak tunggangan kita, (kita) membeli kebutuhan serta keperluan untuk perjalanan kiat". Dan ketika kami sedang menambatkan tunggangan datang sekelompok kaum dari sisi istana yang berwarna putih tersebut dengan wajah yang tampak riang gembira kemudian (mereka mengajak kami) lalu menjamu kami dengan makanan yang paling nikmat dengan beraneka ragama minuman, setelah itu kami pun diberi tempat untuk beristirahat. (setelah) rasa lelah kami hilang kami pun berangkat (melanjutkan perjalanan), maka ada sekelompok kaum yang mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tuan kami menyampaikan salam kepada kalian". (maka) di jawab: "Berilah kami udzur kalau sekiranya ini adalah kekurangan dari kami, sesungguhnya kami di sibukan dengan kuda-kuda kami". Maka mereka pun di ajak untuk makan dengan makanan yang telah tadi di hidangkan kepada kami, kemudian saya pun melanjutkan perjalananku sampai kembali.
Waktu pun berjalan, sampai pada masanya Mu'awiyah. Pada suatu ketika beliau mengutusku (sama untuk) mengambil upeti pada salah satu kabilah namun sekarang tidak ada seorang pun (yang sebagai teman) seperti pada kali perjalanan pertama. Dan ketika saya menceritakan sebuah kisah yang saya alami pada (perjalanan yang lampau) tentang sebuah kota (dengan istananya yang megah), ada salah seorang yang berkata: "Bukankah ini jalan yang mengantarkan kepada kota tersebut? Ketika sampai maka kami dapati jalan tersebut telah rusak dan runtuh, adapun istananya maka yang kami dapati telah hancur yang tersisa hanya puing-puingnya, sedangkan tempat air (yang dahulu banyak airnya) maka sudah tidak ada sedikitpun menyisakan air, adapun lampu penerang maka telah padam.
Manakala kami sedang berdiri dengan penuh keheranan ada seseorang yang menyeru kepada kami dar sisi sebelah (bekas) istana tersebut. Maka saya katakan kepada beberapa sahabat saya: "Lihatlah (ada apa) sampai kiranya kamu selesaikan urusan dengan orang tersebut". Tidak lama kemudian dia kembali dalam keadaan ketakutan. Saya tanyakan: "Ada apa geranganmu? Ia menjawab: "Saya telah datangi orang tersebut, dan dia adalah seseorang yang buta (maka) itu yang membikin saya takut".
Ketika ia mendengar kedatangan kami, ia mengatakan: "Saya bertanya kepada kamu (yang) telah datang dengan selamat, jika (tidak kamu jawab) saya akan ambil mata kamu agar saya bisa masuk ke istana". Lalu ia berkata: "Tanyalah kenapa itu saya lakukan".
Saya pun bertanya kepadanya: "Apa yang terjadi dengan bapakmu dan kaummu? Ia menjawab: "Mereka semua telah meninggal tidak ada yang tersisa lagi". Saya bertanya kembali: "Tidakkah engkau ingat pada suatu hari yang mana pada hari itu kalian sedang mengadakan pesta, dan ada seorang budak perempuan dengan di iringi suara rebana menendangkan syair:
معشر الحساد موتوا كمدًا
كذا نكون ما بقينا أبدًا
Duhai orang yang hasad matilah engkau karena iri
Inilah keadaan kami untuk sepanjang hidup kami
Sungguh sangat lantang sekali suaranya dan sangat menyentuh syairnya. Ia lalu menjawab: "Demi Allah sungguh masih tajam dalam ingatan saya (akan hal itu) baik itu tahun, bulan, hari dan siapa yang menjadi mempelainya, dia adalah saudara perempuanku, dan sayalah yang memukul rebana tersebut". Ia terus bercerita tentang masa lalunya sampai kami merasa jenuh kemudian (tiba-tiba) ia kejang-kejang kemudian meninggal dunia.[3]
Sesungguhnya cinta dunia dialah yang akan mengantarkan dirinya ke dalam neraka sedangkan mencukupkan dirinya dari dunia maka dialah yang akan menjadikan dirinya masuk ke surga.
Dunia adalah khamrnya setan, siapa yang mabuk darinya maka ia tidak akan bisa sadar kecuali ajal telah menjemputnya sedangkan ia dalam keadaan menyesal karena telah merugi di dunia dan akhirat.
Tidaklah seseorang di dunia ini kecuali dia adalah tamu baginya sedangkan harta bendanya adalah sesuatu yang akan musnah, seorang tamu pada suatu saat pasti akan pergi darinya sedangkan harta adalah pinjaman yang sifatnya hanya sementara. Kecintaan terhadap dunia adalah sebab dari setiap perbuatan dosa, karena secara tidak langsung kecintaan kepadanya akan mengantarkan pelakunya untuk mengagungkannya dan hal itu semua adalah sesuatu yang sangat rendah di sisi Allah, karena Allah Ta'ala telah melaknat dunia serta membencinya. Hal itu sebagaimana yang di jelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oelh Abu Hurairoh semoga Allah meridhoinya berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya dunia itu adalah terlaknat, (semuanya) tercela kecuali (kalau di gunakan) untuk berdzikir kepada Allah dan segala sesuatu (yang) terkait dengannya, atau untuk mencari ilmu dan mengajarkannya". HR Tirmidzi no: 2322, Ibnu Majah no: 4112, di Hasankan oleh al-Albani.
Dan cinta kepada dunia akan merugikan akhiratnya. Karena dunia dan akhirat adalah dua hal yang saling bertentangan jika condong salah satunya maka akan kalah yang lainnya dan itu adalah suatu hal yang lumrah terjadi.
Cinta dunia juga akan menjadikan seorang hamba enggan untuk mengerjakan amalan yang manfaatnya bisa kembali untuk dirinya ketika di akhirat nanti, dan itu merupakan salah satu dari bentuk kelalaian yang sangat keras, seseorang merasa capai hanya untuk mengejar dunia, membangun sesuatu yang pasti akan roboh dan rusak, sedangkan ia telah tahu persis bahwa dunia adalah sesuatu yang akan hilang dan berakhir, dan dunia itu bisa kita misalkan –sebagaimana yang dikatakan oleh Yunus bin Abdul A'la- Bahwa dunia hanyalah seperti halnya seseorang yang sedang tertidur pulas dan bermimpi sesuatu yang di cintai dan di bencinya, dan manakala ia dalam keadaan seperti itu lalu ia pun terbangun dan kembali ke alam sadar (dari mimpinya).[4] Dan alam sadarnya adalah kematian.
Maka berhati-hatilah wahai sekalian para hamba Allah bahwa dunia ini adalah sesuatu yang menipu dan melengahkan, kesenangannya di bungkus dengan kesedihan, kebahagian dunia selalu di iringi dengan kehidupan yang suram, kalau sekiranya Sang Pencipta tidak mengabarkan tentang (tercelanya) dunia dengan memberi permisalan tentangnya tentu seharusnya orang yang tertidur terjaga dan orang yang lalai teringat, bagaimana bahwa Allah Ta'ala telah menjelaskan kepada kita dengan sangat jelas bahwasannya dunia ini tidaklah ada apa-apanya manakala di timbang hanya dengan satu sayap nyamuk, apakah orang yang telah tertipu menyangka bahwa dunia ini akan kekal?!.