Search
Bab Kedua Belas
Kewajiban berpegang teguh di atas jama'ahnya kaum muslimin, adanya pemimpin yang wajib di taati dan hukum keluar memberontak kepadanya
Berpegang teguh di atas jama'ahnya kaum muslimin adalah wajib, kemudian perlu di ketahui bahwa jama'ah tanpa adanya seorang pemimpin maka tidak akan terwujud.
Setelah itu, bentuk ketaatan yang diberikan kepada pemimpin harus berada di atas ketaatan kepada Allah ta'ala. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam firmanNya:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ ٥٩﴾ [ النساء :59]
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu". (QS an-Nisaa': 59).
Firmannya Allah: 'Diantara kamu'. Maksudnya dari kalangan kaum muslimin. Dengan ini, maka bisa dipahami tidak bolehnya orang kafir untuk menjadi seorang pemimpin kaum muslimin, sehingga tidak boleh membai'atnya, dan tidak wajib untuk mentaatinya, melainkan jika yang berkaitan dengan kemaslahatan umum di antara urusan manusia, yang menyebabkan lurus dan benarnya mereka, namun, bila hanya untuk kepentingannya sendiri maka tidak wajib taat padanya.
Apabila tidak ada seorang pemimpin yang paham tentang agama, maka ambil ulama yang bisa meluruskan urusannya, baik perkara dunia maupun agama. Allah ta'ala dengan jelas telah memerintahkan akan hal itu dalam firmanNya:
﴿ وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ ٨٣.﴾ [ النساء: 83]
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)". (QS an-Nisaa': 83). Dan tidak mungkin bisa mengetahui kebenarannya melainkan orang yang paham.
Dan tidak boleh memberontak kepada mereka, serta menentang perintahnya, namun, yang harus di lakukan ialah tetap sabar atas kelalimannya, selagi belum melakukan perbuatan kufur yang jelas. Di dalam kitab shahih dari Ummu Salamah, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ « لاَ مَا صَلَّوْا » [ أخرجه مسلم]
"Sesungguhnya akan ada pemimpin yang akan memimpin kalian, kalian mengetahui dan mengingkari, barangsiapa yang membencinya, maka dirinya telah berlepas diri, dan siapa yang berani mengingkari, maka dia selamat, namun, yang (tercela) ialah yang senang dan mengikutinya".
Para sahabat bertanya pada beliau: 'Ya Rasulallah, apakah tidak kami perangi saja mereka? Beliau menjawab: 'Tidak, selagi mereka masih sholat". HR Muslim no: 1854.
Kemudian di antara kewajiban kita terhadap pemerintah ialah menasehati dengan ilmu dan hikmah, supaya bisa menghilangkan keburukan yang ada atau paling tidak dapat meminimalkannya. Bukan karena bertendesi hawa nafsu yang di inginkannya. Di dalam sebuah hadits shahih dari Tamim ad-Dary, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ » [ أخرجه مسلم]
"Agama adalah nasehat". Kami pun bertanya: 'Untuk siapa? Beliau menjawab: 'Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum'. HR Muslim no: 55.
Dan tidak boleh mencari-cari keburukannya, kemudian membuka kejelekannya di muka umum serta menyebarkan kesalahan dan kekeliruannya, akan tetapi, yang seharusnya ia lakukan adalah menasehatinya langsung empat mata, antara dia dan dirinya.
Dan apabila pemimpin tersebut mewajibkan sesuatu yang mungkar terhadap manusia, lalu menyebarkannya. Maka, jika di ketahui bahwa kalau sekiranya di jelaskan antara dirinya dan pemimpin tersebut secara langsung empat mata, dia bisa kembali dan bertaubat, serta mencabut keputusan tersebut, maka pada saat itu wajib bagi dirinya untuk menasehatinya. Namun, apabila tidak mau, maka di jelaskan kemungkaran itu saja kepada masyarakat. Karena hal tersebut sebagai bentuk kewajiban menasehati mereka, serta hak bagi dirinya dan mereka di dalam beragama. Supaya syari'at ini tidak diganti, sehingga agama tetap terjaga tidak berubah. Dan hal itu termasuk bagian dari nasehat: 'Bagi Allah, kitabNya, RasulNya, pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum". Dan hal itu harus di dahulukan di atas hak orang lain.
Dan tidak boleh bagi seorang alim untuk meninggalkan terlalu jauh dari perkara urusannya manusia, serta perkara yang dapat mendatangkan maslahat kebaikan pada mereka. Karena zuhud yang terpuji didunia, apabila bertujuan untuk dirinya sendiri, sedangkan zuhudnya demi manusia di dalam dunia maka ini tidak terpuji.
Oleh karena itu, hendaknya dia menolong orang yang terzalimi walaupun hanya satu dirham, memberi makan orang yang kelaparan walau hanya dengan satu kurma, karena seorang alim juga mempunyai kekuasaan, sebab, kebaikan dunia masyarakat menjadi pintu untuk menuju kebaikan umat.
Lihat, bagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat kepalanya demi keuntungan dunia, akan tetapi, bersamaan dengan itu beliau menolong Bariroh serta sahabat lainnya hanya karena beberapa dinar saja, dan berkhutbah akan hal tersebut, menjelaskan didepan halayak orang.