Search
Khulafaur-Rasyidin( ) dalam Pandangan Syiah
Dalam aqidah Syiah terdapat keyakinan bahwa mereka berlepas diri dari orang yang memerangi Amirul mukminin (Ali bin Abi Thalib). Seperti teks di dalam buku mereka di bawah ini: "Di antara pokok ajaran agama Imamiyah adalah halalnya nikah mut'ah, haji tamattu', dan berlepas diri dari tiga, yaitu Mu'awiyah, Yazid bin Mu'awiyah, dan orang yang memerangi Amirul mukminin) ". Tercantum dalam keterangan footnote: yang dimaksud dengan tiga adalah Abu Bakar, Umar, dan Utsman.([1]) Dalam keyakinan mereka, Abu Bakar dan Umar kafir, keduanya meninggal dalam keadaan kafir dan musyrik kepada Allah yang Maha Agung,([2]) demikian juga orang yang mencintai mereka juga kafir.([3]) Barangsiapa mengikuti Ahlussunnah, maka mereka adalah makhluk Allah yang paling buruk di muka bumi, dan iman seseorang tidak akan sempurna hingga dia berlepas diri dari mereka.([4]) Menurut syiah, sebahagian sahabat layak dilaknat, terkhusus Abu Bakar dan Umar seperti dalam buku do'a mereka :
"Ya Allah laknatilah dua patung Quraisy, dua thoghut dan jibtnya dua pendusta dan pembohongnya dan kedua anak perempuannya (Aisyah dan Hafsah), karena mereka telah mengingkari perintahMu, mendustakan wahyuMu, tidak mensyukuri nikmat-nikmatMu, bermaksiat kepada utusanMu, memutar balik agamaMu, merubah kitabMu, mencintai musuh-musuhMu mengingkari nikmat-nikmatMu, meninggalkan hukum-hukumMu, membatalkan dan melalaikan kewajiban-kewajibanMu, mengkufuri ayat-ayatMu, memusuhi kekasihMu, berwala' dan berloyalitas kepada musuhMu, memerangi negeri-negeriMu, dan membinasakan hamba-hambaMu….."([5])
Do'a di atas diyakini mereka memiliki derajat yang tinggi dan merupakan zikir yang sangat mulia. Bahkan disebutkan pahalanya, jika dibaca saat sujud syukur, seperti para pemanah yang menyertai Nabi e pada perang Badar, Uhud dan Hunain dengan satu juta anak panah.([6])
Lebih dari itu, Syiah juga mengklaim ketiga khalifah yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman sebagai orang yang tidak menonjol secara keilmuan, tidak pernah punya prestasi dalam jihad, tidak mempunyai akhlak yang lebih baik (moral), tidak konsisten pada prinsip, tidak giat dalam ibadah, tidak profesional dalam pekerjaan, dan tidak memiliki keikhlasan dalam perbuatan.([7]) Mereka juga menuduh Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis,([8]) mereka tidak mematuhi perintah Rasul dan tidak pernah beriman kepada Rasulullhah e sampai akhir hayatnya.([9]) Mereka juga yang menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Thoghut yang sesat.([10])
Syiah menuduh serta menyifati Abu Bakar dengan keburukan. Mereka menjelaskan bahwa Nabi e tidak mengajak Abu Bakar untuk berhijrah bersamanya dan bersembunyi di Gua Hira, melainkan karena beliau takut jika Abu Bakar menunjukkan keberadaannya kepada kaum kafir Quraisy.([11]) Abu bakar juga shalat di belakang Rasulullah sementara dia masih mengalungkan patung di lehernya dan sujud kepadanya.([12]) Mereka menyamakan Abu Bakar dengan paulus yang telah merubah teologi Kristen.([13]) Dalam tafsir al-Qummi, ketika menafsirkan firman Allah surat an-Nahl ayat-90: al-Fahsyā' (perbuatan keji) adalah Abu Bakar.([14]) Abu Bakar salah satu orang yang berada dalam peti-peti api neraka (ujar mereka).([15]) Dan banyak lagi isu-isu buruk yang dilontarkan kepada Amirul Mukminin Abu Bakar. Padahal, Ahlussunnah meyakini bahwa Abu bakar adalah orang yang paling baik setelah Nabi e, orang yang pertama kali beriman dari kalangan laki-laki pada masa dakwah Rasulullah e, sehingga Abu Bakar diangkat menjadi khalifah pertama setelah Rasulullah e. Demikianlah Abu Bakar diberi gelar as-Siddiq (orang yang jujur ).
Begitu juga halnya dengan Umar bin Khattab, disamping dikafirkan dan dilaknat, Syiah juga menyematkan hal-hal negatif terhadap Umar bin Khattab. Dalam tafsir al-Qummi, saat mendafsirkan firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 90: "al-Mungkar" (kemungkaran) adalah Umar.([16]) Syiah mengatakan bahwa Umar menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan air mani lelaki dan neneknya yakni anak hasil zina.([17]) Pada 10 Muharrom mereka membawa anjing yang diberi nama Umar, kemudian mereka beramai-ramai memukulinya dengan tongkat dan melemparinya dengan batu sampai mati.([18]) Mereka juga merayakan pesta hari kematian Umar (hari Nairūz) dan memberikan penghargaan kepada pembunuhnya : Abu Lu'lu'ah seorang majusi dengan gelar "Pahlawan Agama".([19]) Mereka juga meyakini Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullha e sampai akhir hayatnya([20]) dan mati dalam keadaan kafir sampai ia masuk neraka.([21])
Begitu juga dengan Khalifah ketiga Utsman bin Affan. Syiah memandang hal-hal negatif terhadap Utsman. Selain mereka mengkafirkan dan menghinanya([22]), mereka juga memberi tuduhan dan fitnah kepadanya. Diantaranya; Utsman digambarkan sebagai pezina, banci, dan pecinta music.([23]) Dalam tafsir al-Qummi, saat menafsirkan firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 90: mereka menafsirkan "al-Baghy" (permusuhan) adalah Utsman bin Affan.([24]) Begitu juga dengan Jalaluddin Rakhmat, ia mengatakan bahwa Ruqoyyah dan Ummu Kulsum bukan istri Utsman dan bukan juga putri Nabi Muhammad e,([25]) ia membenci julukan Dzu Nuroin (pemilik dua cahaya) karena Utsman menikah dengan kedua putri Nabi e, ia berpendapat julukan itu harus dimansyukh.([26])
Akan tetapi, Syiah memposisikan kedudukan Ali bin Abi Thalib sangat tinggi dan lebih mulia dari sahabat lainnya. Mereka menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai manusia yang paling istimewa dari pada sahabat lainnya. Dalam kepercayaan mereka bahwa Allah berbicara dengan Rasulullah pada malam Mi'raj dengan suara dan bahasa Ali bin Abi Tholib,([27]) Allah juga berbisik dengan Ali di Thāif, dan saat itu ada Jibril 'alaihissalam([28]) telah datang kepada Rasul dan berkata: " Wahai Muhammad, Rabbmu telah memerintahkanku untuk mencintai Ali dan menjadikannya sebagai pemimpin".([29]) Sampai-sampai Keledai pun bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah dan penerima wasiat khilafah Rasulullah.([30]) Dan siapa yang menyelisihi Ali maka ia kafir dan siapa saja mengutamakan orang lain di atas Ali maka ia murtad.([31])
Dalam keyakinan Syiah, sesungguhnya Allah menghiasi Malaikat dengan Ali bin Abi Thalib.([32]) Ali adalah rahasia tersembunyi para Nabi. Karena itu Allah berfirman: "Wahai Muhammad aku utus Ali bersama para Nabi secara tersembunyi dan bersamamu secara nyata".([33]) Ali adalah bukti kenabian Muhammad, karena itu Nabi e mangajak untuk mengakui dan menetapkan wilayah (kekuasaan) Ali.([34]) Surat wilayah yang dimulai dengan ayat :
[ يا أيها الذين آمنوا آمنوا بالنورين ]
"Wahai orang yang beriman, berimanlah kepada dua cahaya".
Namun, menurut mereka Utsman bin Affan telah menghilangkan ayat ini.([35]) Allah tidak mengutus Nabi e kecuali telah memintanya agar menetapkan dan mengakui wilayah (kepemimpinan dan kekuasaan) Ali baik dengan patuh atau terpaksa.([36]) Para Nabi dan Rasul diutus untuk menetapkan wilayah Ali.([37]) Agama tidak akan sempurna hingga mengakui wilayah Ali.([38])
Syiah juga mengatakan bahwa Ali masuk surga sebelum Nabi e([39]) Dan tidak seorangpun yang masuk surga tanpa rekomendasi dari Ali.([40]) Ali bin Abi Tholib penanggung jawab surga dan neraka. Dialah yang punya otoritas penuh untuk memasukkan penduduk surga ke dalam neraka dan penduduk neraka ke surga.([41]) Sesungguhnya Allah akan memasukkan siapa saja yang ta'at kepada Ali ke dalam surga, meski ia bermaksiat kepada Allah. Sebaliknya Allah akan memasukkan siapa saja yang menentang Ali ke dalam neraka meski dia ta'at kepada Allah.([42]) Ali juga dapat menghidupkan orang mati, memudahkan kesulitan orang susah.([43]) Datangnya petir karena perintah Ali.([44]) Ini semua, apa yang telah diutarakan oleh kelompok Syiah terhadap sayyidina Ali bin Abi Thalib. Mereka menjunjung tinggi Ali, dan berlebihan dalam memujinya. Sedangkan Ali sendiri berlepas diri dari mereka.([45])
Dari pemaparan di atas, mereka memandang sahabat dengan pandangan negatif, sehingga mereka menghina, melaknat, serta sepakat mengkafirkan seluruh para sahabat sesudah wafatnya Rasulullah e, kecuali beberapa orang saja. Termasuk orang yang dikafirkan mereka ialah ketiga khalifah yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman. Akan tetapi mereka memandang lain dalam menyikapi khalifah keempat yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka memujinya dan menjunjung tinggi kedudukannya sebagai khalifah. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan dan realita yang telah disampaikan para sahabat-sahabat lainnya dan para tabi'in mengenai sahnya kekhalifahan setelah Rasulullah .
[1] Muhammad Baqir al-Majlisi, Rauḍah Al-Kāfi, (Bairūt: Mansurat al-Fajr, 2007), hal. 58. :
وممّا عدّمن ضروريّات دين الإمامية, استحلال المتعة و حج التمتّع, و البراءة من الثلاثة (و معا وية و يزيد بن معاوية و كلّ...(أبي بكر و عمر و عثمان) بدل ((الثلاثة)).
[2] Muhammad bin al-Hasan As-Shafar, Bashoir ad-Darojat, (Beirut: Mansyurat al-A'lami, 2010), jld. 8, hal. 245.
[3] Muhammad Baqir Al-Majlisi, Bihār al-Anwār al-Jāmi’ah Lidurur Akhbār al-Aimmah al-Athar, (Beirut: Muassasah al-Wafa’, 1983 M), jld. 69, hal. 137-138.
[4] ibid, hal.519.
اللهم صل على محمد وعلى ال محمد, اللهم العن صنمي قريش و جبيسهما, و طاغوتيهما, و إفكيهما, وابنتيهما الذين خالفا أمرك و أنكرا وحيك و جحدا إنعامك وعصا رسولك, وقلبا دينك, وحرفا كتابك, وأحبا أعداءك, جحدا ألائك, وعطلا أحكامك, و ألحدا فى أياتك, و عاديا أوليائك, وواليا أعدائك, و خربا بلادك و أفسدا عبادك.....
[6] Taqiyuddin Ibrahim bin Ali al-'Amiliy al- Kaf'ami, al- Mishbah fi al- Adyiat wa al- Shalawat wa al- Ziroyat, (Beirut: Dar- al-Qari', 2008), hal.658-662.
[7] Husein Al- Hurasani, Islam fi dahui at-tasyayyu', t.t. hal. 88.
[8] Abbas Rais Kermani, Al-Huda, 2009, hal.155-156. Lihat buku Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, (Jakarta: Forum Masjid Ahlussunnah, 2013), hal.55.
[9] Ni’matullah Al-Jaza’iri, al-Anwār an-Nu'māniyah, Al-Anwar al- Nu'maniyyah, (Bairūt: Dār Al-Kūfah, 2008), jld. 1, hal. 53.
[10] Al-Mar'asyi, Ihqaaqul Haq, jld. 1, hal. 337. Lihat buku "Siapa Syiah Itu?", Abdullah bin Muhammad, hal.26
[11] Hasyim al-Bahrani, al-Burhan fi Tafsir al-Quran, (Beirut : Mu'assasah al-'Alami, 2006), jld. 2, hal. 127.
[12] Ni'matullah Al-Jaza'iri, Al-Anwar an-Nu'maniyah, jld. 1, hal. 53.
[13] Antologi Islam; Risalah Islam Tematis dari Keluarga Nabi SAW., (Al-Huda , 2012), hal. 648-649.
[14] Ali Ibnu Ibrahim al-Qummi, Tafsir al-Qummi, (Qum, Iran: Dar al-Kutub, 1387 H), jld. 1, hal. 390.
[15] Al-Mjlisi, Biharul Anwar, 30, hal. 236.
[16] Al-Qummi, Tafsir al-Qummi, jld. 1, hal. 390.
[17] Ni'matullah Al-Jaza'iri, Al-Anwar an-Nu'maniyah, jdl. 1, hal. 63.
[18] Ibrahom Jabban, Tabdhiduzh Zhalam wa Tanbihun Niyaam, hal.27.
[19] Abbas al-Qummi, al-Kuna wal Alqob, jld. 2, hal. 55. ; Yasin as-Shawwaf, Aqdu ad-Darar fi Bathni Umar, hal.120.
[20] Al- Kulaini, ar-Raudhah min al-Kafi, jld. 8, hal. 245.
[21] Al-Mjlisi, Biharul Anwar, jld. 30, Hal.236.
[22] Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah –Syiah, (Bnadung: Mizan, 1983), hal. 357.
[23] Zainuddin al-Bayadhi, as-Sirot Mustaqim, jld. 3, hal. 30.
[24] Tafsir al-Qummi, jld. 1, hal. 390. Lihat buku "Inilah Kesesatan Aqidah Syiah", Syekh Muhammad Abdullah as-Salafi, hal25.
[25] Jalaluddin Rahmat, al-Musthafa, Manusia Pilihan yang disucikan, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hal.164.
[26] Ibid, hal.165-166.
[27] Hasan bin Yusuf bin Al- Muthohhar al-Hulli, Kasyful Yaqin fi Fadhoil Amiril Mukminin, hal. 229.
[28] As-Shafar, Bashoir ad-Darojat, jld. 8, hal. 230.
[29] Ibid, hal.92.
[30] Al-Majlisi, Biharul Anwar, jld. 41, hal.247 dan jld. 17, hal. 306.
[31] Bisyarat al-Musthofa li Syiat al-Murtadha, jld. 2, hal. 79.
[32] Ibid, jld. 1, hal. 66.
[33] Muhammad al-Mas'ud, Al-Asror al-Wilayah, hal.181.
[34] As-Sahafar, Bashoir ad-Darajat, hal.91.
[35] Nuri at-Thabarsi, Fashlul Kitab fi Tahrifi Kitab Rabbiil 'Arbab, hal.18.
[36] Muhammad al-Mas'ud, Al-Asror al-Wilayah, hal.190.
[37] Syekh Hasyim Al-Bahrani, Al- Ma'alim Zulfa, hal.303.
[38] At-Thabrasi, Al-Ihtijaj, (Beirut: al-A'lami li al-Matbu'at, 1421 H), jld. 1, hal. 57.
[39] Saduq Abu Ja’far Muhammad Bin Ali Bin Husain Bin Musa Bin Babawaih al-Qummi, ` ʻIlal Al-Syarāʼi, (Najaf: Al-Maktabah Al-Haidariyah, 1966), hal. 205.
[40] Ali bin Al-Maghzali, Manaqib Amirul Mukminin, hal.93.
[41] As-Sahafar, Bashoir ad-Darajat, jld. 8, hal. 235.
[42] Hasan bin Yusuf al-Muthohhar al-Hulli, Ksyful Yaqin di Fadhoil Amiril Mukminin, hal.8.
[43] Husain Abdul Wahab, Uyuun al-Mukjizat, hal.150.; Risalah "Hulul Masykil" dan cerita Abdullah al-Khattab yang khurofat.
[44] Al-Mufid, Al-ikhtishos, hal.327.
[45] Al-Hasan bin Musa An-Naukhbati, Firoqus Syiah, (Istanbul: Maktabah al-Daulah, 1931), hal.22.; At-Thausi, Ikhtiyar Makrifat ar-Rijal, hal.107.