Search
Pandangan Syiah terhadap Ummahatul Mukminin (Istri Nabi SAW.)
Aisyah wanita yang rendah dan hina dalam keyakinan Syiah. Syiah berani melecehkan dan memfitnah Aisyah dengan mengatakan bahwa Aisyah tidak pantas menjadi Ummul Mukminin.([1]) Bahkan, Aisyah diklaim sebagai kafir layaknya istri Nabi Nuh 'alaihissalam dan istri Nabi Luth 'alaihissalam.([2]) Aisyah telah murtad setelah Nabi e wafat.([3]) Seperti tertulis di dalam buku mereka (Kitab al-Arba'īn fī Imāmatil Aimmah, bab ad-Dalīl al-Arba'ūn (dalil ke empat puluh), hal.615):
"Di antara bukti yang menunjukkan kepemimpinan Dua Belas imam kita ialah Aisyah kafir dan berhak masuk ke dalam neraka. Ini adalah konsekuensi madzhab kami, dan tuntunan Dua Belas imam kami, karena orang-orang yang menganggap sahnya khilafah tiga orang (Abu Bkar, Umar dan Utsman) pasti meyakini keimanan Aisyah, mengagungkannya dan memuliakannya". ([4])
Aisyah juga membagikan dinar kepada para musuh Ali karena pengkhianatannya.([5]) Aisyah memprovokasikan dengan memerintahkan untuk membunuh Utsman bin Affan karena ia sudah menjadi kafir.( [6]) Al- Khumaini berkata; "bahwa Aisyah , Tholhah, Zubair, Mu'awiyah dan orang-orang sejenisnya meskipun secara lahiriyah tidak najis, tapi mereka lebih buruk dan menjijikkan dari pada anjing dan babi”.([7]) Karena mereka bertiga dan sahabat lainnya yang satu aliran dengan mereka memerangi imam Ali. Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Utsman. ([8]) Dan Pada 10 Muharrom orang Syiah mendatangkan kambing betina yang diberi nama Aisyah, lalu mereka mulai mencabuti bulunya dan memukulinya dengan sepatu sampai mati.([9])
Begitu juga perihalnya dengan Hafsah. Hafsah sangat buruk dalam pandangan Syiah. Hafsah terlaknat([10]) bahkan kafir, karena ayat: "Siapa yang memberitahukan hal ini kepadamu" dan tentang Aisyah, Allah berfirman :"Jika kalian bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah miring".([11]) kalimat Shāghat dalam ayat ini bermakna "Zāghat" (miring), dan miring disini adalah kafir. Dan menurut Syiah bahwa Aisyah dan Hafsah juga bersekutu memberi racun ke dalam minuman Nabi e([12]), tatkala Allah memberitahukan beliau tentang perbuatan mereka berdua, beliau ingin sekali membunuh keduanya, namun mereka bersumpah tidak pernah melakukan hal itu, hingga Allah menurunkan ayat : "Wahai orang-orang kafir janganlah kalian beralasan pada hari ini"([13]).([14])
Demikian golongan Syiah memandang kedua isteri Rasulullah e. Mereka bukan hanya memberikan kata-kata yang buruk (menghina), bahkan mereka mengkafirkan keduanya. Hal tersebut, secara tidak langsung, mereka telah mengingkari Rasulullah e dan menyakitinya. Sesungguhnya Aisyah dan Hafsah adalah salah satu orang yang dicintai Nabi e.
[1] Antologi Islam; Risalah Islam Tematis dari Keluarga Nabi SAW., (Al-Huda , 2012), hal.59-60, 67-69.
[2] Ja'far Murtadha, Al-Kafi, hal.17.
[3] Yusuf al-Bahrani, Asy-Syihab ats-Ssaqib fi Bayani Makna An-Nasib , hal.236.
[4] "ممّا يدلّ علىإمامة أئمّتنا الثني عشر, أنّ عائشة كافرة مستحقّة للنار, و هو مستلزم لحقّيّة مذهبنا و حقّيّة أئمّتنا الثني عشر, لأنّ كلّ من قال بخلافة الثلاثة اعتقد ايمانها و تعظيمها و تكريمها"
[5] Rajab al-Barasi, Masyariq Anwar al-Yakin, hal.86.
[6] Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah –Syiah, (Bandung: Mizan 1983), hal.357.
[7] Al –Khumaini, Thaharah, jld. Jld. 3, hal. 457.
[8] Emelia Renita dan Jalaluddin Rakhmat, 40 Masalah Syiah, (IJABI, 2009), hal.83.
[9] Ibrahim Jabban, Tabdhiduzh Zhalam wa Tanbihun Niyaam, hal.27.
[10] Syiah mengatakan: "Ya Allah berikan lah salawat kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatilah kedua patung Quraisy, kedua jibt (jibt adalah sihir, sebutan yang digunakan untuk sihir, tukang sihir, tukang ramal, dukun, berhala dan sejenisnya), dan Thoghutnya dan kedua anak perempuan mereka" (maksud: Abu Bakar, Umar, Aisyah dan Hafsah). Taqiyuddin Ibrahim bin Ali al-'Amiliy al- Kaf'ami, al- Mishbah fi al- Adyiat wa al- Shalawat wa al- Ziroyat, hal.658-662.
[11] (At-Tahrim:4)
[12] Tafsir al-'Iyasyi, jld.1, hal. 342.; Biharul Anwar, jld. 22, hal. 516, jld. 28, hal. 20.; Hayat Al-Qulub lil Majlisi, bab 2 hal.700.
[13] (At-Tahrim:7)
[14] Zainuddin an-Nabathi al-Bayadi, As-Shirot al-Mustaqim, (jld. 3, hal. 168)